Sesuatu yang terjadi
telah menghebohkan seisi kampung itu. seorang lelaki mendadak tak bisa
mengendalikan perutnya untuk mengeluarkan kentut. Ia mencoba untuk menahannya,
tapi selalu gagal.
Brooottttt...
Broooottttt... Brrroooottttt...
Bunyinya
yang panjang dan aromanya yang busuk segera menyebar dengan liar. Mata semua
orang yang ada di sekitarnya membeliak. Lalu dengan cepat orang-orang menjauh
dari lelaki itu.
“Tunggu..
Jangan pergi! Aku tidak apa-apa. Aku hanya....”
Brooottttt...
Brrrooottt.. Brooootttt...
Begitulah.
Hanya dalam beberapa jam, tak ada lagi yang mau dan bisa mendekati lelaki itu.
Kentut lelaki itu jauh di atas batas normal, baik intensitas, bunyi, maupun
baunya. Tak ada yang bisa bertahan untuk berada di dekatnya lebih dari sepuluh
detik.
Pak
RW yang mendengar berita itu langsung memanggil dokter dari puskesmas terdekat.
Dokter datang dan bersiap-siap memeriksa lelaki itu. Namun apalah artinya
sebuah masker tipis yang digunakan oleh dokter itu jika berhadapan dengan
kualitas kentut yang dihadapinya. Baru saja dokter membuka mulut untuk
menanyakan keluhannya, lelaki itu sudah menjawab dengan kentut. Meski sempat
memaksakan diri dan beberapa kali mencoba, dokter itu pun menyerah dan tak bisa
mendiagnosa apa sebab lelaki itu tak berhenti kentut. Tak hanya itu, dokter itu
pun kemudian pingsan akibat terlalu banyak menghirup kentut.
Tak
berhenti di situ, seorang dukun pun didatangkan. Berdasarkan kesaksian, dukun
itu adalah dukun yang paling sakti seantero jagad kampung itu. Teluhnya bisa
menyeberangi lautan. Santetnya tak pernah gagal dalam membunuh orang. Dukun
yang datang itu segera menyiapkan peralatan-peralatannya. Ia menaburkan bunga
tujuh rupa dan warna kepada lelaki itu. Asap dupa mengepul-ngepul di sekitar.
Di tangan kirinya sudah siap segelas air yang akan dijampi-jampi. Ketika mulut
dukun itu membuka hendak membaca mantra...
Broootttt...
Brooootttt.... Brrroooottttt....
Dukun
itu tersedak oleh udara kentut yang menyebar. Membuat mantra yang dibacanya
jadi salah. Jin-jin yang dipanggilnya pun marah dan menambahi ‘kesaktian’ yang
ada dalam kentut yang dikeluarkan lelaki itu. Si dukun yang saat itu posisinya
paling dekat dengan lelaki tukang kentut itu mendadak kejang-kejang akibat tak
tahan menerima serangan kentut.
Masyarakat
histeris menyaksikan semua itu. Walaupun sebenarnya mereka hanya melihat dari
jauh karena tak ada yang berani mendekat. Bisik-bisik terjadi. Bisikan itu
berubah menjadi gosip yang beradar. Gosip-gosip pun menyebar dengan cepat.
Semuanya menyalahkan lelaki itu. menuduh lelaki itu akan membawa bencana ke
dalam kampung mereka. Pandangan benci pun tak bisa ditutupi dari mata mereka.
Lelaki
yang selalu kentut itu pun merasakan tatapan benci yang ditimpakan padanya.
Ingin ia berteriak mengatakan bahwa ini bukanlah kehendaknya. Ia adalah korban
dalam kondisi ini. Namun apa daya, masyarakat tak ada yang mau ataupun bisa
mendengarkan omongan lelaki itu. Sebab yang terdengar hanyalah kentut lelaki
itu saja.
Si
tukang kentut menatap ke segala arah. Mencari seseorang yang mau mengerti
kondisinya. Tapi tak satu pun yang ia temukan. Semuanya telah menghakiminya
sebagai si tukang pembuat rusuh. Maka lelaki itu pun bersedih. Ia menangis. Tak
tahu apa yang harus dilakukan. Kepalanya mendongak ke langit. Sementara ia
menangis, kentutnya tak kunjung reda dan bahkan semakin menjadi. Orang-orang
merasa jijik padanya. Mulai melempari ia dengan segala apapun yang bisa diraih.
Demi
harga dirinya, berlarilah laki-laki itu ke ujung desa. Di sana ia masuk ke
sebuah gudang tua yang tak terpakai lagi. Lalu ia mengurung diri di sebuah
ruang penyimpanan yang tertutup rapat. Ia sudah memutuskan bahwa ia akan mati
hari ini. Ya. Dia akan bunuh diri. Dengan cara menghisap sendiri kentutnya
sampai habis.
Hanya
dalam hitungan menit ruangan itu sudah penuh sesak oleh angin yang ia
keluarkan. Ia hisap dalam-dalam setiap kentut yang ia keluarkan. Perutnya pun
seolah tahu keinginannya untuk mati, lalu mengeluarkan kentut yang
panjang-panjang dan besar-besar bunyinya. Seolah-olah tiada hari esok untuk
kentut.
Broooootttt..
brrroooottt.. .brrrooottt..
Lelaki itu pun tercekat
tenggorokannya. Napasnya sesak. Pandangannya berkunang-kunang. Gelap.
***
Matanya
terbuka perlahan-lahan. Ia kerjap-kerjapkan. Sudah matikah ia? Ia
bertanya-tanya dalam hati. Di surga atau di nerakah dia? Ah. Mana ada surga
yang menampung orang yang mati bunuh diri. Apalagi dengan cara menghisap kentut
sendiri sampai habis. Cara bunuh diri paling hina yang pernah terpikirkan umat
manusia. Tapi juga ia tak merasakan panas yang menyiksa, dan itu berarti ia
bukan di neraka. Laki-laki itu kembali mengerjapkan matanya. Pandangannya lebih
jelas kali ini. Dia masih ada di ruangan tertutup yang ada di dalam gudang tak
terpakai itu.
Ia
masih hidup. Sesuatu yang sangat berat tiba-tiba terasa memenuhi dan
menyesakkan dadanya. Air matanya kembali menetes tanpa bisa ia bendung. Bahkan
untuk mati pun ia tak diperbolehkan oleh alam. Apakah ia harus menanggung
derita kentut ini sepanjang sisa hidupnya? Kentut oh kentut.
Lelaki
itu merenung. Ia tahu ia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Sadarlah ia bahwa
sekarang ia harus menerima takdirnya ini. Takdir sebagai lelaki yang selalu
kentut. Saat ia berpikir seperti itu, barulah ia menyadari sesuatu. Sejak ia
bangun tadi, ia tidak kentut-kentut lagi. Lelaki itu menunggu beberapa saat. Menunggu
kentutnya. Benar saja, kentut-kentutnya sudah berhenti. Tidak ada lagi bunyi
dan bau kentut itu keluar dari perutnya.
Maka
segeralah lelaki itu meloncat bangkit. Keluar dari ruangan sempit itu. Berlari
meninggalkan gudang yang tak terpakai di belakangnya. Dengan wajah berseri-seri
sedemikian rupa, ia melangkahkan kakinya ke pasar. Tempat yang paling ramai di
tengah kampung tempatnya tinggal.
Orang-orang
di pasar terkejut melihat orang itu datang. Mereka bersiap-siap untuk menutup
hidung. Para pedagang segera menutupi barang dagangannya karena takut
terkontaminasi oleh kentutnya. Satpam pasar sudah siap menghalangi gerakan
lelaki itu. Namun laju lelaki itu tak bisa dihentikan. Ia terus saja berlari
hingga akhirnya sampai ke tengah-tengah pasar.
Semua
mata menuju padanya, meskipun tetap dengan menutupi hidung masing-masing.
Mereka tahu sepertinya ada yang hendak disampaikan lelaki itu, maka mereka pun
menunggu. Pasar jadi hening. Menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.
Namun lelaki itu diam. Tersenyum. Begitu terus sampai berapa lama, barulah ada
yang menyadari.
“Hei.
Dia tidak kentut-kentut lagi,” ujar seseorang. Setelah mendengarkan itu,
orang-orang seperti terbangun dari tidurnya. Mereka sadar bahwa yang dikatakan
itu benar. Lelaki itu tidak kentut-kentut secara liar lagi.
Masyarakat
pun bertepuk tangan. Menyambut kembalinya si tukang kentut yang tak lagi
kentut. Mereka menyalaminya satu per satu. Bahkan ada yang memeluknya begitu
erat seperti seorang sahabat lama yang terpisah berpuluh-puluh tahun. Setelah
itu ia diarak-arak, dielu-elukan untuk kembali ke tempatnya tinggal.
Berita
itu dengan sangat cepat menyebar. Pak RW tempat ia tinggal pun langsung
mengerahkan warga untuk menyambut kedatangannya. Saat ia tiba, sebuah panggung
telah tersedia. Pak RW memberikan sedikit pidato penyambutan. Setelah itu
tibalah gilirannya untuk berpidato.
Ia
sebenarnya tak siap untuk sebuah pidato, namun semua orang menatapnya penuh
antusias. Di atas panggung itu, sebelum ia berpidato, matanya menitikkan air
mata haru melihat sambutan yang begitu meriah seperti ini. Orang-orang pun
banyak yang ikut menangis. Namun ia segera mengendalikan diri. Meraih microphone dan mendehem sedikit. Saat ia
membuka mulutnya untuk bicara...
Brooootttttttttttttt.....
Mata
lelaki itu membelalak. Yang keluar dari mulutnya adalah kentut yang bunyinya
besar dan panjang sekali, baunya pun jauh lebih menyengat dari pada
kentut-kentutnya yang dahulu. Ia hampir pingsan kalau tidak melihat reaksi para
penonton. Masyarakat yang menyaksikan itu terkejut, tapi tidak dengan benci
melainkan dengan takjub. Rasa takjub yang ternyata begitu besar hingga begitu
ia selesai mengeluarkan kentut lewat mulut, mereka bertepuk tangan dengan
dahsyat.
Lelaki
itu buka mulut lagi ingin bicara.
Broooottttttt.....
Broooottttt.... Brrrroooottttt....
Yang
keluar dari mulutnya hanyalah kentut. Udara di kampung itu segera mengental
karena aroma kentut yang ia keluarkan dari mulut. Namun tepuk tangan dan suka
cita dari masyarakat semakin membahana. Lelaki itu pun bingung.
Yogyakarta, 20 Maret 2014.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus