Senin, 29 Mei 2017

Janji dalam Cerita Rakyat



*Tulisan ini dimuat di Palembang Ekspres pada 29 Mei 2017
Delapan tahun lalu ada seorang mahasiswa asing yang berasal dari Cina bergabung di kelas kami. Ketika sedang membahas cerita rakyat Timun Mas, ada sebuah kejadian menarik.
Seusai cerita dibacakan, dia mengangkat tangan dan bertanya. “Kenapa raksasa dianggap jahat? Dia hanya menagih janji. Bukankah Ibu Timun Mas sendiri sudah menyanggupi akan menyerahkan anaknya ketika sudah gadis?”
Dosen memberi jawaban bahwa Raksasa itu jahat karena suka memakan manusia. Mahasiswa asing itu menjawab, “Di negara kami, janji adalah nomor satu. Apapun risikonya, janji harus ditepati.”
Dosen menjawab lagi dan diskusi terus berjalan sampai jam perkuliahan selesai. Mungkin sebagian besar orang telah melupakan kejadian itu, tapi saya tidak. Saya mencari dan menemukan setidaknya dua cerita rakyat lain yang begitu populer tapi menyajikan pengingkaran janji sebagai sesuatu yang seolah-olah benar.
Cerita yang saya maksud adalah Legenda Tangkuban Perahu (Dayang Sumbi), dan Legenda Candi Sewu (Roro Jonggrang). Dalam kedua cerita itu tokoh utama wanita meminta bantuan orang banyak agar suasana tampak seperti pagi meskipun sebenarnya masih malam. Ini adalah ironi karena pembaca tahu bahwa dua tokoh wanita tersebut sendiri yang menjanjikan batas waktu pengerjaan ‘proyek’ adalah dini hari. Keduanya telah mengingkari janji mereka sendiri. Penting pula untuk disoroti bahwa tokoh-tokoh dalam cerita- yang telah dipaparkan mengingkari janji demi keselamatan diri sendiri. Tak ada yang memilih mati terhormat.
Pengaruh pada Anak
Apa jadinya jika cerita-cerita tersebut disampaikan pada anak-anak? Terlebih lagi, para pengingkar janji itu justru dielu-elukan dan disanjung sebagai pahlawan. Sangat mungkin alam bawah sadar anak merekam bahwa ingkar janji tidak masalah asalkan tetap dianggap pahlawan dan didukung orang banyak.
Maka, jangan heran jika dari dulu hingga sekarang ada banyak orang tak merasa bersalah ketika ingkar janji (saat kampanye misalnya). Jangan-jangan mereka hanya mengaplikasikan nilai-nilai sesungguhnya dari cerita-cerita rakyat yang dikonsumsi sejak kecil.
ART
Indralaya, 26 Mei 2017