Rabu, 26 Oktober 2011

Festival Olah Raga Sejagad Anget

Festival Olah Raga Sejagad Anget

Pemeran:
1. Raja : Usia 50an. Bijaksana, tapi agak timbul tinggi hatinya akibat kerajaannya yang makmur.
2. Permaisuri : Usia 45. Bijaksana, tidak terlalu banyak bicara. Anggun dan berwibawa.
3. Siti Rafe’ah : Usia 17. Cantik, menarik, mulai genit karena sudah beranjak remaja.
4. Abdul Muluk : Usia 19. Tampan. Anak sulung Raja.
5. Perdana Menteri: Usia 50. Tangan kanan Raja. Seseorang yang sebenarnya bisa dipercaya tapi terkadang salah mengambil tindakan.
6. Pengawal : Usia 20. Badan kekar dan tinggi.
7. Khadam Kakak : Usia 30an. Pembantu di kerajaan. Sering bicara sembarangan bahkan seperti tidak dipikirkan dulu kata-kata yang diucapkannya itu.
8. Khadam Adek : Usia 27. Pembantu di kerajaan. Sejenis dengan Khadam Kakak.
9. Kontestan 1 : Usia 20 akhir. Berasal dari kerajaan di Jawa Tengah.
10. Kontestan 2 : Usia 60. Berasal dari kerajaan di Sumatera Barat, Padang.
11. Kontestan 3 : Usia 22. Dari Kerajaan Sriwijaya. Tinggi, putih, dan tampan.

Pada zaman dahulu kala di Negeri Berbari, kerajaan Sriwijaya hiduplah seorang raja yang bijak bestari. Rakyatnya makmur dan sejahtera di bawah kepemimpinannya. Keluarganya pun rukun dan akur. Raja ini mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Harta melimpah dan keluarga yang rukun ternyata belum membuat sang raja benar-benar bahagia. Ia ingin agar kerajaannya itu dikenal oleh seluruh dunia, dalam bahasa kerajaan itu disebut “sejagad Anget”, yaitu dengan mengadakan sebuah festival olah raga.

Beremas:
Ketika malu merah merona
Tak bisa tidur sampai pagi buta
Selamat datang tuan dan nona
Akan ditampilkan sebuah cerita
Monyet kencing sambil berlari
Tak sengaja terciprat si kuda
Cerita ini dari negeri Berbari
Pesta olah raga segera ada
Terlihat cahaya si kunang-kunang
Di dekat air yang sudah menggenang
Penonton diharap untuk tenang
Silakan duduk selamat menyaksikan

Khadam Kakak : Oi dek, ado lokak dak? Kakak kau ni lagi buntu.
Khadam Adek : Ai, kak. Memang rai kakak nian, dak jauh-jauh dari buntu. Memang dak pernah beduit kakak tu.
Khadam Kakak : Nah, kurang ajar kau ni. Kakak kau ni betanyo, ado lokak dak? Jawab be ado apo idak, dak usah nak ngato cak itu.
Khadam Adek : Mun lokak tu ado kak, tapi lokak saro. Galak dak?
Khadam Kakak : Aih berentilah mun lokak saro, nandak aku.
Khadam Adek : Bew, dasar kau ni kak, LSM nian. Lokak Seneng Maju, Lokak Saro Mundur. Wong Sriwijaya nian kau ni.
Khadam Kakak : Kau ni dari tadi ngato tu lah. Ngajak rusuh apo kau ni? Payo mun nak betujahan! Belum pernah ngeliat wong buntu ngamuk apo? (Bersiap mengambil posisi untuk berkelahi).
Khadam Adek : (Ketakutan) Idak, kak. Oi maen-maen be aku ni kak. Jangan marah cak itu. (Membujuk) Iyo, iyo. Aku ado lokak, tapi kakak tu tenang dulu, oke?
Khadam Kakak : (Mengancam) Awas be mun kau ngolahke aku! Kugoco nian kau!
Khadam Adek : Idak, kak. Idak ngolahke aku ni. Ado nian lokaknyo. Cak ini ceritonyo kak. (Mendekat pada Khadam Kakak, lalu membisikkan sesuatu).
Khadam Kakak : (Tersenyum-senyum, antara percaya dan tidak) Serius kau ni?
Khadam Adek : Serius kak. Sejak kapan aku galak bohong? Tenang be.
Khadam Kakak : Memangnyo kau tau dari mano kabar itu?
Khadam Adek : Makonyo galak-galak begaul dengen pejabat, kak. Jangan cuma dengen sesamo kacung be, dak bekembang ilmu dan pengetahuan kito.
Khadam Kakak : Cak-cak pakam pulo kau ni. Tapi iyo nian kan itu tu?
Khadam Adek : Mun kakak masih dak percayo jugo, agek kakak buktike dewek. Jam berapo ini?
Khadam Kakak : (Mengeluarkan hape) Jam tigo. Ngapo?
Khadam Adek : Nah, kebetulan. Bentar lagi waktunyo rajo kito rapat rutin. Agek kakak jingoklah, yang kuomongke tadi tu pasti dibahas.
Khadam Kakak : Oke mun cak itu.
Khadam Adek : Tapi sebelumnyo, peh kito bereske dulu ruangan ini. Agek laju keno marah pulo gara-gara ruangan ni dak rapi.

Keduanya pun merapikan ruangan. Tidak lama kemudian datanglah raja beserta rombongannya. Terlihat raja, permaisuri, putri, dan perdana menteri yang dijaga oleh pengawal.

Pengawal : (Berteriak) Tuanku Raja segera memasuki ruangan.

Raja beserta rombongan memasuki panggung dan mengambil tempat duduk masing-masing.
Raja : Wahai Perdana Menteri.
P. Menteri : Saya, Tuanku.
Raja : Bagaimana kondisi kerajaan ini? Apakah semua rakyatku hidup dengan tenang dan damai? Apakah semua rakyatku bisa memenuhi kebutuhan pokok hidupnya?
P. Menteri : Iya, Tuanku. Selama masa kepemimpinan Baginda Raja, segenap rakyat hidup dalam kondisi yang makmur dan tenteram. Tak ada halangan dan permasalahan yang berarti.
Khadam Kakak : (ke samping) Iyo makmur nian. Cuma gaji kacung cak aku ni be yang dak naek-naek.
Khadam Adek : Setuju aku. Ado nian, kak.
Raja : (Membentak) Khadam!
Kedua Khadam : (Serempak) Maen-maen be, rajo.
Raja : Wahai Permaisuri dan anak-anakku. Bagaimana dengan kalian? Apakah ada permasalahan yang kalian hadapi?
Siti Rafe’ah : Ampun, Ayahanda. Sampai sekarang tidak ada permasalahan berarti yang Ananda alami. Semua keluarga kerajaan ini hidup dalam kerukunan dan membuat Ananda merasa betah serta nyaman.
Abdul Muluk : Jugo samo bae. Alhamdulillah. Tiduk nyenyak makan kenyang. Secara, anak rajo gitu lho.
Permaisuri : Benar sekali, Tuanku Raja. Putra dan putri kita pun telah tumbuh semakin dewasa.
Raja : Syukurlah. Sungguh suatu bagi seorang raja dan ayah seperti aku melihat keluarganya hidup rukun dan bahagia, rakyat pun hidup makmur dan tenteram. Tapi sekarang ada sesuatu yang aku pikirkan.
Abdul Muluk : Nah, kau. Lagi galau caknyo ayah ni.
Permaisuri : Kalau boleh hamba tahu, apa gerangan yang Baginda pikirkan?
Raja : Kerajaan ini telah lama berdiri. Pembangunan yang dilakukan berjalan dengan baik, rakyat hidup sejahtera, alam di sini pun indah dipandang, begitu banyak kelebihan dan keunggulan kerajaan ini yang tidak dimiliki kerajaan-kerajaan lain. Aku mempunyai keinginan untuk memperkenalkan kerajaan kita ini pada dunia. Agar dunia tahu kebesaran dan nama Sriwijaya.
Khadam Adek : (kepada Khadam kakak) Nah, ini dio kak. Lokak yang tadi aku ceritoke.
Raja : Kemarin aku dan perdana menteri telah membahas tentang hal ini di taman kerajaan. Perdana menteri sepakat dan kami mempunyai ide untuk mengadakan festival olah raga sejagad. (Kepada Khadam Adek) Aku tahu kau kemarin menguping pembicaraan kami sambil pura-pura menyirami bunga di taman kerajaan.
Khadam Kakak : (ke samping) Ooo... Nguping ruponyo, tadi belagak nian ngomong ‘begaul dengen pejabat.’
Raja : (Kepada Permaisuri dan Putri) Bagaimana menurut kalian berdua mengenai ide kami itu?
Permaisuri : Jika menurut Baginda itu adalah yang terbaik, maka hamba akan turut mendukung rencana Baginda itu.
Siti Rafe’ah : Benar Ayahanda. Siapa tahu nanti akan ada pangeran yang tampan dari negeri seberang.
Abdul Muluk : Nah, bener jugo itu. Siapo tau ado jugo cewek cantik yang dateng. Jadilah untuk penjingoan. Lah lamo jugo dak cuci mato. Butek mato aku nyingo’i rai Rafe’ah ni bae.
Khadam Kakak : (ke samping) Cacam. La mulai lentik pulok betino itu. La mulai gadis nian.
Khadam Adek : (kepada Khadam Kakak) Ado nian, kak. Budak jaman mak ini ari, cepet nian gadisnyo. Tapi caknyo kakaknyo tu jugo dak beda jauh. Ai. La kanji galo anak rajo ni. La gatal.
Raja : Khadam!
Kedua Khadam : (Serempak) Maen-maen be, rajo.
Raja : Baiklah, tampaknya semuanya sudah setuju. Berarti kita harus segera melakukan persiapan untuk mengadakan festival olah raga ini. Perdana Menteri, menurutmu apa yang pertama kali harus disiapkan dan berapa lama waktu persiapan yang dibutuhkan untuk mengadakan festival ini?
P. Menteri : Menurut hemat hamba, hal pertama yang harus disiapkan adalah uang, Tuanku. Jika uang negara mencukupi, berdasarkan perhitungan hamba, dua bulan sudah cukup untuk melakukan persiapan acara ini.
Abdul Muluk : Bew, ujungnyo masih nak balik ke duit tu lah. Tapi caknyo bukan masalah.
Raja : Kau tak usah khawatirkan masalah uang. Kerajaan kita ini kaya-raya. Baiklah, lebih cepat lebih baik. Dua bulan lagi terhitung dari hari ini akan diadakan festival olah raga. Dan aku namai acara ini “Festival Olah Raga Sejagad Anget”.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Lalu hal apa lagi yang harus disiapkan?
P. Menteri : Seperti yang telah kita diskusikan kemarin, Tuanku Raja. Kita harus mempersiapkan semua sarana dan prasarana, undangan, dan kepanitiaan untuk acara ini.
Raja : (Kepada Perdana Menteri) Baiklah, kau yang urus semua itu. Aku beri kau tanggung jawab untuk menyukseskan acara ini. (Kepada Kedua Khadam) Kalian juga harus ikut andil. Kalian kuperintahkan membuat pengumuman kepada seluruh rakyat kerajaan ini untuk turut membantu dan berperan aktif.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja. Akan segera hamba laksanakan (keluar panggung).
Kedua Khadam : (Serempak) Oke, pak bos (keluar panggung).
Raja : (Kepada Permaisuri dan anak-anaknya) Kalian juga harus bersiap-siap. Aku ingin nanti permaisuri dan anak-anakku tampil menawan di hadapan seluruh perwakilan kerajaan lain.
Permaisuri : Baik, Baginda.
Siti Rafe’ah : Baik, Ayahanda.
Abdul Muluk : Ai, aku ni masih belagak tu lah walau nak dicak mano ke bae.
Raja : Mari kita beristirahat dulu (Hendak keluar).
Pengawal : (Berteriak membuat pengumuman) Tuanku Raja hendak meninggalkan ruangan. (Semua keluar).

Satu bulan tiga minggu kemudian, proyek Festival Olah Raga Sejagad Anget mengalami masalah. Sarana dan prasarana banyak yang belum selesai, yang sudah selesai tidak memenuhi standar. Raja marah dan bingung karena undangan ke seantero jagad sudah disebar, sehingga tidak mungkin lagi untuk diundur, tapi jika jadi terlaksana dengan kondisi yang seperti ini, bukannya membuat bangga, justru acara ini akan mempermalukan diri sendiri.

Khadam Kakak : Dek, cak mano persiapan acara kito ni? Ngapo jadi cak dak keruan ni?
Khadam Adek : Nhu, dak ngerti jugo aku ngapo jadi cak ini, kak.
Khadam Kakak : Iyo, padahal aku lah meloki saran kau waktu itu, aku lah ndaftar jadi LO untuk acara itu. Ujinyo gajinyo bejuta-juta. Tapi mun cak ini jangankan begaji, acara be belum tentu jadi. Gawe rajo kito ni pulo nah, madaki acara sejagad Anget cuma duo bulan. Agak-igik jugo Rajo ni.
Khadam Adek : Sssttt… Itu dio caknyo rajo dateng.

Raja dan rombongannya datang.Semua dengen wajah masam dan gusar.

Pengawal : (Berteriak memberi pengumuman seperti biasa) Raja segera memasuki ruangan.
Raja : (Kepada perdana menteri) Bagaimana ini. Mengapa jadi seperti ini? Aku mau dengar dulu laporan darimu!
P. Menteri : Ampun, Tuanku Raja. Ternyata di kerajaan kita ini banyak koruptor, Tuanku. Ketua pembangunan wisma atlet melarikan uang proyek keluar negeri. Venue kolam renang sudah selesai, tapi sudah ambruk dua hari kemudian, untungnya sedang tidak ada orang di sana. Venue atletik kebanjiran. Dan venue yang lainnya belum ada yang selesai. Semua penanggung jawabnya melarikan diri.
Abdul Muluk : Zuper sekali.
Raja : Luar binasa! Apa tidak dikejar para koruptor itu?
P. Menteri : Sudah, Tuanku Raja. Kita bekerja sama dengan Interpol dan pasukan keamanan dari kerajaan-kerajaan lain. Dan mereka semua sudah ditangkap dan dihukum.
Raja : Dihukum apa?
P. Menteri : Mereka mendapatkan hukuman kurungan selama 10 tahun untuk masing-masing orang.
Abdul Muluk : Ya saman. Alangkah enteng hukuman tu. Ayah, apo dak nak ditambah hukuman itu?
Raja : Ya, benar ucapan Dul Muluk. Hukuman macam apa itu? Perintahkan pada hakim untuk mengubah hukumannya menjadi hukum gantung di depan khalayak, agar penduduk di kerajaan ini tahu bahayanya melakukan tindak korupsi. Kerajaan kita tidak sama dengan kerajaan lain di seberang sana yang membiarkan para koruptornya dihukum ringan, lalu diberi kesempatan untuk berkorupsi lagi.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Tapi yang lebih penting adalah bagaimana caranya untuk menyiapkan semua itu dalam seminggu? Undangan dan publikasi sudah disebar ke mana-mana bisa tercoreng nama baik kerajaan ini jika masalah ini tidak segera diselesaikan.
P. Menteri : Ampun, Tuanku Raja. Hamba habis akal.
Raja : (Kepada Permaisuri dan anak-anaknya) Bagaimana kalian? Apakah kalian punya ide untuk memecahkan masalah ini?
Permaisuri : Ampun, Baginda. Hamba juga tidak memiliki ide lagi.
Siti Rafe’ah : Begitupun dengan Ananda, Ayahanda.
Abdul Muluk : Apo lagi aku. Buntu ide, buntu duit.
Khadam Adek : Pak Bos, aku ado usul.
Raja : (Dengan terpaksa karena tidak ada lagi yang punya ide selain Khadam Adek) Apa idemu itu?
Khadam Adek : Biasonyo mun lagi pecah utak cak sekarang ni, rajo-rajo tu ngadoke sayembara, yang pacak mecahke masalah dapet sesuatu (sambil melirik pada Siti Rafe’ah dan Abdul Muluk).
Siti Rafe’ah : (Tersinggung) Khadam, jaga bicaramu.
Abdul Muluk : Yo, jangan sembarangan ngomong tu e.
Raja : (kepada putri) Jangan marah, Ananda. Apa yang diucapkan Khadam itu ada benarnya. Siapa tahu, di zaman seperti ini masih ada yang punya ilmu kebatinan, sehingga bisa menyelesaikan semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam waktu singkat.
Siti Rafe’ah : Jadi, kami berdua akan dijadikan hadiah?
Abdul Muluk : Bebener be, yah? Jadi mun yang menang lanang, nak dikawinke dengan Rafe’ah, tapi mun betino, nak dikawinke dengan aku. Cak itu?
Raja : Apa boleh buat, Ananda. Begitulah jalan kehidupan di dalam cerita istanasentris.
Siti Rafe’ah : Tapi, Ayahanda. Bagaimana jika laki-laki itu tidak tampan seperti yang aku inginkan? Aku tidak mau dinikahkan dengan lelaki yang bertampang tak jelas.
Abdul Muluk : Iyo, setuju. Rugi anak mudo mun ternyato yang menang cewek absurd.
Raja : Tampan atau tidak, cantik atau tidak calon kalian itu nanti tergantung dengan sutradara dari naskah ini.
Siti Rafe’ah : Semoga saja sutradaranya mempunyai selera yang sama denganku.
Abdul Muluk : Aamiin.
Raja : (kepada anak-anaknya) Sudahlah, Ananda. Jangan banyak tingkah, berdoa sajalah. (Kepada Perdana Menteri dan Khadam) Tolong sebar luaskan kepada masyarakat, barang siapa yang mampu membangun seluruh sarana prasarana untuk ajang ini dalam waktu sesingkat-singkatnya, jika dia perempuan maka akan kunikahkan dengan Abdul Muluk anakku, dan jika dia laki-laki maka akan kunikahkan dengan putriku, Siti Rafe’ah.
Kedua Khadam : Oke, Pak Bos!
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.

Semuanya keluar. Keesokan harinya hasil pengumuman sudah mulai kelihatan. Beberapa orang datang untuk memenuhi sayembara yang telah diumumkan oleh kaki-tangan raja.

Raja : Bagaimana? Acara tinggal 6 hari lagi. Apakah ada yang merespon dari sayembara yang kalian umumkan?
Khadam Kakak : Tenang be, Pak Bos. Aku kemaren la bekeliling. Singgo kato seluruh pelosok dusun la kukasih tau galo.
Khadam Adek : Yah, ketinggalan jaman nian kakak ni. Caro aku nah, pake sms be kak. Idak nyapekke badan.
P. Menteri : Baru pakai sms sudah sombong. Saya kemarin menyebarkan lewat facebook dan twitter.
Raja : (kepada semuanya) Sudah. Yang kalian bahas itu tidak penting. Yang penting itu bagaimana hasilnya? Ada atau tidak yang akan mendaftar di sayembara ini?
Permaisuri : Iya. Aku juga ingin tahu seperti apa wajah calon menantuku nanti.
Siti Rafe’ah : (ke samping) Semoga selera sutradaranya tidak rendahan.
Khadam Adek : Tenang. Tenang be Tuan Rajo dan Ibu Permaisuri. Di luar sudah ado yang nunggu untuk unjuk kebolehan tentang kepacakan mereka dalam urusan bangunan.
Raja : Ya sudah kalau begitu cepat panggilkan. (Kepada Pengawal) Cepat kau panggil yang di luar itu! Suruh masuk satu per satu!
Pengawal : (kepada Raja) Baik, Tuanku Raja. (Memanggil seseorang di luar) Inilah kontestan yang pertama. Dari Jawa Tengah.
Kontestan 1 : (kepada Raja) Salam hormat dari hamba, Tuanku Raja. Hamba berasal dari kerajaan di Jawa Tengah.
Siti Rafe’ah : (ke samping) Standarlah. Wajahnya tidak terlalu tampan, tapi setidaknya tidak berantakan.
Abdul Muluk : (kepada Raja) Yah, apo hebatnyo budak ini?
Raja : (kepada Kontestan 1) Ya. Apa kelebihanmu sehingga kau berani untuk mendaftar di sayembara ini?
Kontestan 1 : Tuanku Raja, saya adalah orang yang berhasil membangun 999 candi dalam waktu satu malam saja. Jadi apa yang disayembarakan pasti bisa saya menangkan.
Raja : Wah. Luar biasa. Baiklah, kalau begitu sekarang juga tolong kau selesaikan seluruh venue yang dibutuhkan untuk acara Festival Olah Raga Sejagad Anget ini!
Kontestan 1 : Apa? Sekarang?
Raja : Iya, tentu saja.
Kontestan 1 : Ampun, Tuanku Raja. Apa tidak bisa menunggu malam saja?
Raja : O, tidak bisa. Seluruh sarana dan prasarana harus selesai sekarang juga. Jadi dalam sisa beberapa hari ini bisa dilakukan tes kelayakan pada bangunan yang telah dibangun.
Kontestan 1 : Tapi, Raja. Jin-jin peliharaanku baru bisa bergerak kalu hari sudah gelap. Ini masih terang benderang. Mana mungkin jin-jin itu bisa mengerjakannya sekarang.
Raja : Ah, itu terlalu lama. Sudahlah. Kau hanya membuang waktu.
Abdul Muluk : Iyo, banyak alasan.
Kontestan 1 : Tidak, Raja. Beri aku satu kesempatan saja.
Raja : (tidak peduli) Pengawal, seret orang ini keluar dan panggil kontestan berikutnya.

Pengawal pun menyeret kontestan pertama keluar panggung.

Pengawal : (berteriak memanggil kontestan kedua) Kontestan kedua silakan masuk. Dari Sumatera Barat. Seorang ibu-ibu.
Abdul Muluk : Hansap. Gawat. Rusak masa depan anak mudo mun disuruh kawin dengan ibu-ibu.
Kontestan 2 : (masuk dan memberi hormat pada raja) Ampun, Baginda. Ambo dari Padang. Ambo dengar ado sayembara di sini. Tentang pembuatan bangunan.
Raja : Ya, benar sekali. Apa kau mampu melaksanakannya?
Kontestan 2 : Ah, tenang sajo, Baginda. Dalam hitungan detik ambo mampu membuat bangunan sebesar kapal.
Raja : Wah. Hebat benar.
Permaisuri : Maaf, bu. Tapi ibu sekarang sudah benar-benar tua. Kalau menang sayembara, apakah ibu akan menikahi putraku? Bahkan ibu lebih tua dari aku.
Siti Rafe’ah : Ah, tidak apa-apa. Aku rasa kakak bisa menerima apa adanya (tertawa mengejek).
Abdul Muluk : Ai rusak nian masa mudo aku.
Kontestan 2 : Tenang sajo, Tuan. Ambo cuma minta buatkan sajo rumah makan padang di simpang empat jalan utama di kerajaan ini untuk ambo.
Raja : Itu masalah kecil. Sekarang kau buktikan saja dulu kesaktianmu itu.
Kontestan 2 : Berapo venue lagi yang belum selesai, Tuanku Rajo?
Raja : Sepuluh venue lagi.
Kontestan 2 : Kalau begitu, ambo minta sepuluh orang dari kerajaan ini untuk dijadikan anak angkat ambo.
Raja : Kenapa begitu?
Kontestan 2 : Dulu ambo biso membuat bangunan sebesar kapal karena mengutuk anak ambo yang durhaka. Jadi, kalau sekarang nak membuat sepuluh venue, ambo butuh sepuluh anak angkat, untuk kemudian durhako dengan ambo. Setelah itu, barulah biso mereka itu ambo kutuk menjadi venue-venue yang dibutuhkan oleh Tuanku Rajo.
Semua orang : (terkejut) Apa?
Kontestan 2 : Iyo. Ambo indak bohong.
Raja : (kepada pengawal) Cepat kau seret orang ini keluar. Dia bisa membahayakan seluruh orang di kerajaan!

Kontestan kedua memprotes, tapi tidak dihiraukan. Ia diseret oleh pengawal. Dan pengawal memanggil kontestan terakhir.
Pengawal : (berteriak memberi pengumuman) Kontestan ketiga dipersilakan masuk!
Kontestan 3 : (masuk dan memberi hormat pada Raja) Hormat, Baginda Raja.
Raja : Berdirilah. Sebutkan namamu dan asalmu!
Kontestan 3 : Nama saya Mali dari kerajaan Sriwijaya.
Khadam Kakak : Ooo... Dari parak sinilah ruponyo. Pantesan rainyo dak asing.
Abdul Muluk : (kepada Rafe’ah) Nah ini selera kau, kan?
Siti Rafe’ah : (mengangguk)
Raja : Baiklah. Langsung saja ke inti. Apa kau bisa memenuhi permintaan di dalam sayembara?
Kontestan 3 : Saya yakin bisa, Baginda Raja.
Raja : Kapan kau bisa menyelesaikannya? Besok venue-venue itu sudah harus bisa diuji coba.
Kontestan 3 : Baiklah, Raja. Paling lambat ba’da Isya nanti Tuanku Raja sudah bisa melihat hasilnya. Tapi hamba meminta semua biayanya nanti ditanggung oleh kas kerajaan.
Raja : Aku tidak punya pilihan lain. Kau adalah kontestan terakhir di sayembara ini. Setidaknya kau tidak meminta syarat yang aneh seperti anak untuk dikutuk. Tapi jika kau gagal membangun semua venue itu sampai ba’da Isya, kau akan kuhukum pancung.
Kontestan 3 : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Waktumu mulai dari sekarang. Manfaatkanlah dengan baik, Anak Muda! (hendak keluar)
Pengawal : (Tidak perlu dijelaskan lagi) Raja segera keluar dari ruangan.

Setelah semua keluar, terlihat kontestan ketiga bergerak hilir mudik di atas panggung. Gerakannya seperti memanggil-manggil orang dan berbisik, kemudian menunjuk-nunjuk, dan memerintah-merintah. Semuanya selesai dan benar-benar tepat dengan waktunya.

Kontestan 3 : Tuanku, seperti yang hamba janjikan, semua venue telah selesai dikerjakan tepat pada waktunya dan besok telah bisa digunakan untuk percobaan.
Raja : Ya, luar biasa. Tadi kami telah melakukan pengecekan dan semuanya telah beres seperti yang aku harapkan. Namun, bagaimana dengan kualitas bangunan-bangunan tersebut? Apakah bangunannya kokoh dan bebas dari banjir?
Kontestan 3 : Tenang saja, Tuanku Raja. Semua bangunan itu sudah disertai dengan garansi tiga tahun.
Abdul Muluk : Iyo, ini la kupegang kartu garansinyo.
Raja : Oh, seperti itu. Kalau aku boleh tahu, ilmu apa yang kau gunakan sehingga bisa menyelesaikan semua venue itu dalam waktu singkat?
Kontestan 3 : Baiklah, Tuanku Raja. Sebenarnya, saya adalah Mali. Mali merupakan singkatan dari “manis lidah”. Ya, saya adalah saudara jauh si Pahit Lidah yang terkenal.
Semua : Apa? (Musik “jeng jeng jeng”)
Kontestan 3 : Ya, tapi saya agak berbeda. Apa yang saya katakan akan selalu terjadi, tapi hanya yang baik-baik atau yang manis-manisnya saja. Selain itu, saya juga menambahkan ilmu “ujung lapan” untuk lebih menyempurnakan semua kemampuan saya.
Khadam Kakak : Bew, jurus lamo nian itu. Aku be la lamo dak ndengernyo. Gawe jurus itu tu nak ngujungi be.
Khadam Adek : Asli kak. Berarti lancip jugo ujung uong ini. Sepuluh venue be tegawe. Bolelah.
Raja : (kepada kedua Khadam) Sudah. Diam kalian itu! (kepada Kontestan 3) Apa ada yang ingin kau sampaikan?
Kontestan 3 : Ampun, Baginda. Benar, ada yang ingin hamba sampaikan. Tapi sebelumnya, mohon Baginda jangan tersinggung dan jangan menganggap hamba ini menggurui.
Raja : Baik. Silakan!
Kontestan 3 : Menurut hemat hamba, semua kekacauan ini menjadi pelajaran bagi kita. Kerajaan kita memang kaya dan makmur, tapi kita tidak boleh menyombongkan diri di atas bumi ini. Kita boleh membuat rencana-rencana besar, tapi rencana besar juga membutuhkan persiapan yang matang dan lama. Jadi, kita tidak boleh tergesa-gesa ketika ingin mengadakan sebuah acara yang besar. Itulah yang ingin saya sampaikan, Baginda.
Raja : Benar katamu, anak muda. Ini adalah pelajaran besar bagiku sebagai raja di kerajaan ini.
Khadam Kakak : (ke samping) Cubo mun budak itu bukan pemenang sayembara, kalu la dipenggal dio ngomong cak tadi.
Khadam Adek : Ado nian, kak. Setuju aku dengen omongan kakak tu.
Raja : (kepada kedua Khadam) Khadam! Diam! (kepada Kontestan 3) Sesuai dengan janjiku, kau berhak untuk meminang putriku yang cantik jelita ini.
Permaisuri : Benar, kau juga tampaknya memang pantas. Putriku pasti akan senang dinikahkan denganmu.
Siti Rafe’ah : Terima kasih, Sutradara. Memang ini tipe cowok yang kuidam-idamkan. Tinggi, putih, ganteng, kekar, baik hati.
Kontestan 3 : Ehm, anu... Raja... (terbata-bata dan malu-malu)
Raja : Ada apa?
Kontestan 3 : Sebenarnya.... (lebih terbata-bata lagi)
Raja : (tidak sabar) Sebenarnya apa?
Kontestan 3 : (menunjukkan sisi feminimnya) Sebenarnya aku naksir sama Abdul Muluk.
Semua orang : (terkejut) Apa? (Musik “jeng jeng jeng”)
Kontestan 3 : (lebih feminim lagi dari sebelumnya) Tinggi, kekar, macho, gagah, perkasa.

Beremas Penutup:
Petang-petang main ke sini
Di sebelah ada tanah galian
Demikianlah akhir cerita ini
Semoga dapat menghibur kalian
Pergi ke warung membeli ragi
Yang punya warung kemasukan setan
Semoga dapat berjumpa lagi
Semoga ada umur dan kesempatan

Kontestan 3 berlari ke arah Abdul Muluk. Dul Muluk lari ke arah pengawal. Pengawal ketakutan berlari ke arah Perdana Menteri. Perdana Menteri juga ketakutan karena ikut-ikutan digoda oleh Kontestan 3. Perdana Menteri dan Pengawal berlari ke arah Kedua Khadam. Kedua Khadam jugo digoda kontestan 3. Perdana Menteri, Pengawal, dan Kedua Khadam berlari ke arah Raja. Raja pun ternyata digoda oleh Kontestan 3. Raja juga ikut berlari tak karuan ketakutan digoda Kontestan 3. Suasana semakin kacau. Semua orang ikut berlari. Di dalam kekacauan itu seseorang, entah siapa, berteriak, “Siapa penulis naskah ini?” Orang lain, entah siapa, menjawab, “Tidak tahu. Yang pasti orangnya tidak waras.” Semua orang berlari dikejar-kejar Kontestan 3. Semua keluar panggung. Naskah ini pun:

SELESAI

Diselesaikan di Banyuasin, 26 Oktober 2011.
Diedit di Banyuasin, 8 Desember 2011.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Orang Pilihan

Ketika melihat seorang sukses:
Sebagian besar orang akan berkata, "wah, enak sekali jadi dia, bisa ini, itu, bla bla bla..."
sebagian kecil orang akan melihat perjuangan orang itu dan berkata, "orang ini gila."
orang-orang terpilih akan berkata, "orang ini memang gila, tapi aku bisa lebih gila dan lebih sukses dari dia."

Jumat, 07 Oktober 2011

Akal Calak

Naskah ini merupakan adaptasi dari karya Moliere yang berjudul "Akal Bulus Scapin". Hasil adaptasi dari naskah ini pernah dipentaskan dalam rangka mata kuliah Perencanaan Pementasan Drama di Gedung Graha Budaya, Jakabaring, Palembang pada tanggal 31 Mei dan 1 Juni 2011.

Akal Calak




1. Ny. Diana Rose : Umur 45 tahun. Seorang istri pejabat di kota tempat dia tinggal. Berpenampilan elegan dan mewah. Sombong. Nama aslinya Rosdiana
2. Pak Haji : Umur 50 tahun. Pemilik pesantren terkemuka di kota dan seorang da’i yang sangat kondang. Selain memiliki pesantren, ia juga adalah seorang usahawan yang mapan.
3. Calak : Tangan kanan Ny. Diana Rose. Seseorang yang selalu penuh dengan ilham, sesuai namanya. Usia 30 tahun.
4. Mang Din : Tangan kanan Pak Haji yang mengurus dan merawat Wahid, anak Pak Haji. Usianya 40 tahun.
5. Laras : Wanita cantik yang membuat Wahid tergila-gila. Umurnya 19 tahun.
6. Alex : Anak Ny. Diana Rose.
7. Wahid : Anak Pak Haji.
8. Laila : Kekasih Alex.
9. Bik Ina : Ibu angkat Laras

Akal Calak

Babak I

Panggung menunjukkan taman yang ada di sebuah kota besar. Musik pembuka mengalun. Lampu menyorot ke arah wing kanan. Lalu masuk dua orang yang sedang berbicara serius sambil berjalan. Berhenti di wilayah tengah panggung. Musik berhenti.

Mang Din : Ya, Ndoro. Itulah berita yang saya dapat.
Wahid : Matilah aku. Mang Din serius?
Mang Din : Serius, Ndoro.
Wahid : Jadi Ayah pulang dengan tekad menjodohkan aku?
Mang Din : Betul, Ndoro.
Wahid : Dengan anak gadis Ny. Diana Rose?
Mang Din : Dengan anak gadis Ny. Diana Rose.
Wahid : Mang Din tahu kabar ini dari paman?
Mang Din : Dari paman.
Wahid : Dan paman tahu semua masalahku?
Mang Din : Semua masalah Ndoro.
Wahid : Ayolah Mang Din! Jangan cuma mengulangi perkataanku!
Mang Din : Apalagi yang harus aku katakan? Semua yang Ndoro katakan benar dan tidak ada informasi yang terlewat.
Wahid : Seharusnya Mang Din itu memberikan aku nasihat untuk memecahkan masalah ini.
Mang Din : Itu dia masalahnya, Ndoro. Saya juga bingung dengan permasalahan yang Ndoro hadapi ini.
Wahid : Ini bukan sekedar masalah, Mang.
Mang Din : Jadi?
Wahid : Ini beban hidup.
Mang Din : (Menghela nafas) Ndoro itu harusnya sudah tahu akibat perbuatan Ndoro sebelum melaksanakan niat Ndoro itu.
Wahid : Sekarang sudah terlambat untuk nasihat itu.
Mang Din : Lah. Tadi Ndoro sendiri yang minta nasihat.
Wahid : Iya, tapi nasihat Mang Din itu tidak menyelesaikan masalah.

Lalu datang Calak yang tidak sengaja lewat taman itu. Melihat kedua orang itu sedang bercakap-cakap serius, ia tertarik dan mendekat.

Calak : Oi, Wahid.. Ngapo rai kau tu? Cak belipet-lipet cak itu? Ado masalah apo nian?
Wahid : Ah, Calak. Ternyata kamu. Aku sekarang bukan ada masalah, tapi beban hidup.
Calak : Cacam-cacam. Alangkenyo. Beban idup apo nian, hid? Kurang lemak apo lagi idup kau tu. Anak wong kayo. Bapak kau tu la kiai, punyo banyak usaha pulo. Manteplah itu.
Wahid : Kamu itu belum tahu permasalahannya.
Calak : Nah. Cak mano nak tau men kau dak cerito. Cobo kau tu cerito dulu. Siapo tau aku pacak ngibur ati kau yang lagi rusuh tu.
Wahid : Andai kamu bisa membantu aku mencari akal, membuat rencana, untuk membebaskan aku dari kesusahan ini. Aku akan berhutang budi.
Calak : Terus terang, hid. Sekalinyo aku muter otak aku untuk mikir, hampir dak ado masalah yang dak selesai di tangan aku. Tuhan tu lah nyiptake otak aku ni lebih encer dari pada otak wong kebanyakan. Segalo kelok-kelok pikiran, intrik, friksi, dan problematika biso kuselesaike dengen yang wong awam sebut sebagai akal bulus. Nah, sekrang kau ceritoke dulu masalah kau tu dengen aku.
Wahid : Kamu tahu kan ayahku dan Ny. Diana Rose pergi ke Jakarta untuk urusan dagang selama dua bulan?
Calak : Tau.
Wahid : Kamu tahu juga kan, aku dititipkan pada Mang Din sebagai pengawasku, dan Kamu, Calak, diutus Ny. Diana untuk mengawasi Alex, anak Ny. itu?
Calak : Yo. Dan aku lah ngelaksanake tugas aku dengen baek. Caknyo.
Wahid : Tidak berapa lama, Alex bertemu dengan seorang gadis desa dan mulai tergila-gila padanya.
Calak : Iyo, itu jugo aku tau, Riz.
Wahid : Karena Alex adalah sahabatku, ia menceritakan rahasia tentang cintanya dengan gadis desa itu. Ia mempertemukan aku dengan gadis itu, memang cantik, tapi tak secantik yang Alex katakan. Memang manis, tapi tak semanis yang ia gambarkan. Memang montok, tapi tak semontok yang ia katakan padaku. Alex terlalu melebih-lebihkan gadis itu. Semua kata-kata gadis itu direkamnya baik-baik dalam otaknya. Dan ia sering marah padaku karena aku sering tak sepaham dengannya tentang gadis itu.
Calak : Ke mano arah cerito kau ni?
Wahid : Suatu hari, saat aku dan Alex mengunjungi gadis desa itu, kami mendengar tangisan dan sedu sedan dari kejauhan. Rasa penasaran membuatku melangkahkan kaki menuju sumber suara tangis itu.
Calak : Aku masih dak jelas dengen tujuan cerito kau ni.
Wahid : Saat itulah aku melihat seorang gadis yang sedang menangisi kucingnya yang mati dilindas bentor. Dan gadis itu adalah gadis yang paling cantik sedunia.
Calak : Aha.
Wahid : Wanita lain akan tampak ekstrim dan mengerikan dalam keadaan seperti itu. Dia tidak mengenakan make-up apapun, hanya mengenakan daster, rambutnya tergerai, dan belepotan darah kucing. Tapi walau begitu, ia tetap memberikan sejuta daya tarik yang tak terkatakan, cantik dan indah.
Calak : Aku tau lanjutannyo.
Wahid : Kalau kau melihatnya, kau pun pasti akan beranggapan dia itu luar biasa, dahsyat.
Calak : Oh, jelas. Dak perlu nyingok pun aku lah pacak mbayangkenyo.
Wahid : Air matanya pun bukan air mata yang merusak kecantikannya. Air mata itu justru menunjukkan ketulusan dan cintanya pada kucing kesayangannya itu. Ketulusan dan cinta yang tidak dibuat-dibuat.
Calak : Tentu. Aku dak ragu samo sekali. Ketulusan itulah yang mbuat kau tegilo-gilo dengen gades itu. Iyo, kan?
Wahid : Ah, Calak. Hanya orang berhati batu yang tidak cinta padanya.
Calak : Masuk akal.
Wahid : Setelah kejadian itu, aku menanyakan pendapat Alex tentang gadis itu. Tapi tanggapan Alex sangat dingin. Aku tersinggung dengan sikap dingin Alex itu. Seolah-olah gadis itu biasa saja dan tidak menarik sama sekali. Jadi, aku merahasiakan pendapatku tentang kecantikan gadis itu.
Mang Din : (pada Wahid) Kalau cerita tidak Ndoro ringkas, mungkin besok baru selesai. (Pada Calak) Biar aku saja yang cerita. Jadi sejak itu majikanku ini tergila-gila setengah mati. Ia berusaha menghibur hati gadis itu dari kematian kucingnya. Hampir setiap hari ia datang ke rumah gadis itu, tapi selalu ditolak oleh ibu angkat gadis itu. Ibu angkat gadis itu, yang juga walinya, mengatakan bahwa walaupun mereka orang miskin tapi mereka orang baik-baik. Melihat zaman yang sudah semakin gila ini, ibu angkatnya itu hanya akan menerima Den Wahid di rumahnya jika Den Wahid berniat menikahi gadis itu. Hal itu untuk menghindarkan gadis itu dari perzinaan yang sekarang merajalela. Karena Den Wahid sudah berhenti logikanya akibat cinta, maka ia pun menyanggupi. Den Wahid dan gadis itu pun dinyatakan resmi oleh KUA sejak tiga hari yang lalu.
Calak : Oke. Aku ngerti.
Mang Din : Tapi ternyata Tuan Haji, ayah Den Wahid, secara mendadak akan pulang hari ini. Selain itu, Tuan Haji sudah merencanakan pernikahan lain untuk Den Wahid. Yaitu dengan anak gadis Ny. Diana Rose. Seperti yang kita tahu, Ny. Diana sudah empat kali menjanda, dan yang akan dicalonkan dengan Den Wahid adalah hasil dari pernikahannya yang kedua, saat ia masih tinggal di Simpang Sungki.
Wahid : Nah, jadi bagaimana aku harus menyelesaikan beban hidup ini? Tolong aku, Calak!
Calak : Yasalam! Sudah? Cak itu bae? Oi.. Kukiro lah besak nian masalah tu, dak taunyo cuma cak ini bae. Kecik igo rasan men cak ini. Itulah, mun punyo otak tu dipake, jangan cuma dibawa ke mano-mano dan jadi pajangan bae. Untunglah Tuhan ngenjuk aku otak yang cemerlang. Oke. Jangan panggil aku Calak, mun otak aku dak Calak.
Mang Din : Aku mengakui, memang terkadang bakat hanya dimiliki segelintir orang.

Datanglah Laras dengan diiringi musik cemas. Ia mencari-cari Wahid, dan begitu melihat Wahid, ia langsung berlari mendekatinya. Musik berhenti.


Laras : Ah, Wahid, rupanya kau di sini.
Wahid : Ada apa, Larasku yang cantik?
Laras : Apa benar yang dikatakan Mang Din pada ibu angkatku, bahwa ayahmu akan segera kembali dan akan menikahkanmu dengan orang lain?
Wahid : Ya, Laras manis. Berita ini adalah tikaman di jantungku. Tapi kau jangan menangis! Apa kau tak yakin padaku? Apa kau ragu aku akan setia padamu?
Laras : Aku yakin kau setia, tapi aku ragu apakah kesetiaanmu bisa bertahan selamanya. Apalagi dengan adanya kabar ini. Laki-laki itu hanya manis di mulut saja.
Wahid : Aku tidak sama dengan laki-laki lain. Yakinlah aku akan setia dan perkataanku bukan hanya bualan yang manis di mulut saja. Tenanglah, lelaki ini (menunjuk Calak) bisa membantu kita dalam menyelesaikan beban hidup ini.
Calak : Sebenernyo aku dak galak ikut campur urusan wong laen. Kecuali, kalo memang wong yang minta tolong.
Wahid : Tolonglah, Calak. Aku mohon padamu untuk menolong kami.
Calak : (pada Laras) Apo kau dak nak ngomong?
Laras : Aku mohon, kami minta tolong padamu untuk menyelamatkan kami dari prahara ini.
Calak : Yo.. Yo.. Yo.. Ternyato mun ado temohon-mohon cak itu, raso kemanusiaan tu biso muncul. Okelah, aku galak mbantu kamu. (pada Laras) Kau sekarang pegilah, jangan khawatir. (Laras pergi)(pada Wahid) Kau harus mempersiapke diri untuk ketemu dengan ayah kau.
Wahid : Astaga. Membayangkan pertemuan itu saja aku sudah ketakutan.
Calak : Cak mano pun jugo, kau harus keliatan tegar. Mun dak tu, ayah kau bakal nggunoke kelemahan kau untuk nuruti kendak dio. Sekarang beranike diri kau, dan pikirke caro ngasi jawaban yang pasti untuk segalo omongan dio.
Wahid : Aku akan berusaha sebaik mungkin.
Calak : Ayo, kito latean dulu dikit. Penampilan harus mantap, kepala tegak, pandangan lurus, dado agak dibusungke.
Wahid : Seperti ini?
Calak : Dikit lagi.
Wahid : Begini?
Calak : Oke, jadilah. Misal, aku ni ayah kau yang baru dateng, cobo kau jawab aku dengan seolah-olah njawab dio. (meniru suara Tuan Haji) “Bajingan, setan alas, kau membuat seorang Kiai seperti aku malu. Berani kau tampil di hadapanku setelah kelakuanmu yang seperti itu? Beraninya kau menikah tanpa seizinku, anak setan. Coba kemukakan alasanmu yang bagus itu!” Oi, ngapo diem be ne?
Wahid : Kau benar-benar mirip ayahku. Aku jadi takut.
Calak : Lah yolah pulo. Makonyo kau tu jangan diem bae cak itu.
Wahid : Oke. aku akan lebih kuat kali ini.
Calak : Yakin?
Wahid : Yakin.
Calak : Bagus, itu ayah kau dateng.
Wahid : Alamak. Mati aku. (berlari keluar panggung).
Calak : Oi, Wahid. Jangan lari. Nu... Lanang macem apo dio ne. Yosudahlah, kito adepi bae ayahnyo. (pada Mang Din) Kau melok aku.

Masuklah Pak Haji dengan wajah kusut. Memaki-maki perbuatan anaknya itu.

Pak Haji : (Berbicara sendiri dengan lantang karena kemarahan yang tak terkendali) Sialan. Anak macam apa dia? Berani-beraninya melakukan pernikahan yang seperti itu.
Calak : (pada Mang Din) Cak nyo Pak Haji ni dak sadar mun ado kito di sini. Saking la stresnyo, dak sadar jugo dio tuh mun suaronyo tu besak.
Pak Haji : Aku benar-benar ingin tahu apa yang akan dikatakan anak setan itu padaku nanti.
Calak : (ke penonton) Anak setan? Dio bapaknyo, berarti dio dewek setannyo.
Pak Haji : Apa rencanan mereka tentang pernikahan ini? Apa mereka akan merencanakan kebohongan-kebohongan untuk membodohi aku?
Calak : (ke penonton) Nah, itu tau.
Pak Haji : Kata-kata bohong tidak akan mempan padaku. Semua usaha mereka akan sia-sia saja!
Calak : (ke penonton) Jangan terlalu yakin.
Pak Haji : Dan Mang Din itu akan kukuliti hidup-hidup. (lalu baru melihat Mang Din) Aha, ini dia pelayanku yang dengan sangat baik telah mengawasi anakku.
Calak : Pak Haji, apo kabar, lah lamo dak ketemu.
Pak Haji : Hai, Calak. (Pada Mang Din) Ternyata kerjamu bagus sekali dengan membiarkan anakku menikah tanpa izin dariku selama aku pergi.
Calak : Caknyo Pak Haji ni sehat, Pak?
Pak Haji : Alhamdulillah sehat. (pada Mang Din) Keparat, jangan diam saja kau!
Calak : Cak mano jalan-jalan bisnisnyo, Pak? Menyenangkan dak?
Pak Haji : Astaghfirullah, menyenangkan. Biarkan aku memaki dulu.
Calak : Pak Haji nak memaki-maki?
Pak Haji : Iya.
Calak : Siapo yang nak Pak Haji maki tu?
Pak Haji : Bajingan ini (menunjuk Mang Din).
Calak : Sabar, Pak Haji. Awak Kiai madak nak mencak-mencak cak itu.
Pak Haji : Kiai juga manusia. Bagaimana aku tidak marah, kalau begini kejadiannya.
Calak : Kejadian apo nian?
Pak Haji : Memangnya kau tidak dengar apa yang terjadi selama aku pergi?
Calak : Aku cuma denger cerito yang sepele pak.
Pak Haji : Sepele bagaimana? Anakku itu menikah tanpa persetujuanku, ayahnya. Apanya yang sepele?
Calak : Memang bener, pak. Tapi dari sudut pandang Pak Haji. Aku jugo kemaren tu sempet marah-marah dengen anak Pak Haji tu. Tanyolah dewek mun dak percayo. Tapi akhirnyo aku mikir, dan ujungnyo aku berkesimpulan lebih baek diem dan dak meributke hal itu.
Pak Haji : Apa maksud omonganmu itu, Calak?
Calak : Anak Pak Haji tu memang lah ditakdirke cak itu, tanpa dio pacak ngindar lagi.
Pak Haji : Huh, takdir. Alasan klasik untuk membenarkan semua perbuatan, begitu? Tapi apa maksudmu dia tidak bisa menghindar? Kenapa Wahid bisa terlibt hal yang begini?
Calak : Oi, Pak Haji. Apo Pak Haji tu ngarep anak pak Haji tu sepinter Bapak? Dio tu masih ijo. Budak mudo tu dak punyo kebijaksanaan. Jingoklah Alex anak Ny. Diana Rose, la temalek-malek aku ni nunjukke dio mano yang bener dan mano yang salah, tapi kelakuan dio masih bae lebih kacau daripada anak Pak Haji tu. Aku nak tau nian, apo Pak Haji ni dak pernah mudo? Malah aku denger, Pak Haji ni dulu playboy. Malah galak dugem jugo, iyo dak?
Pak Haji : Sssttt... Jangan besar-besar ngomong tentang itu. Iya, tapi aku kan bisa mengendalikan diri dan tidak perah sampai melewati batas seperti ini.
Calak : Jadi cak manolah uji Pak Haji? Wahid tu nyingok betino cantik, dan betino itu jugo galak dengen dio, kareno Wahid tu disenengi banyak cewek samo cak Pak Haji tulah. Dio dateng ke rumah betino itu, merayu, ngegombal, dan sebagainyo sampe akhirnyo betino itu nyerah. Lalu mereka beduo tetangkep basah dan dipakso oleh keluargo betino itu untuk nikah.
Pak Haji : Hah?
Mang Din : (ke penonton) Ternyata akal Calak memang bagus.
Calak : Apo Pak Haji lebih seneng nyingok dio mati dibunuh? Mun uji aku, lebih baek dio kawin bae.
Pak Haji : Aku tidak tahu kalau begini kejadiannya.
Calak : Tanyo dengen dio (menunjuk Mang Din). Dio jugo bakal nyeritoke hal yang samo dengen yang kuceritoke.
Pak Haji : (pada Mang Din) Betul itu?
Mang Din : Betul, Tuan.
Pak Haji : Kalau begitu aku akan melapor ke pihak berwajib karena anakku menikah akibat dipaksa.
Calak : Ooo... Tidak bisa...
Pak Haji : Kenapa tidak bisa? Itu akan mempermudah aku memutuskan pernikahan ini.
Calak : Pak Haji nak nyuruh Wahid cerai?
Pak Haji : Iya.
Calak : Ooo... Tidak bisa...
Pak Haji : Kenapa? Sebagai seorang ayah aku punya hak untuk itu. Kalau dia tidak mau, haknya sebagai ahli warisku akan aku cabut.
Calak : Hah? Yakin?
Pak Haji : Yakin. Kenapa tidak?
Calak : Aku yakin Pak Haji dak bakal ngelakukenyo.
Pak Haji : Kenapa? Aku akan melakukannya dan tidak akan ada yang melarangku melakukan hal itu. Aku akan meniadakan warisan anakku.
Calak : Bakal ado yang nyegah niat Pak Haji tu.
Pak Haji : Siapa?
Calak : Pak Haji dewek.
Pak Haji : Aku?
Calak : Iyo.
Pak Haji : Kau jangan main-main.
Calak : Aku dak maen-maen, Pak Haji dewek yang bakal nyegah niat Pak Haji tu, kareno Pak Haji tu wong yang baek dan dak bakal tega dengen anak dewek. Cak manopun, Pak Haji tu masih sayang dengen anak.
Pak Haji : Tidak. Niatku ini akan terlaksana. Percayalah.
Calak : Dak bakal.
Pak Haji : Sudahlah. Pembicaraan ini membuat tensi darahku naik. (pada Mang Din) Kau cepat jemput anak setanku itu. Sementara itu aku akan bicara dengan Ny. Diana Rose untuk menceritakan kemalanganku.
Calak : Pak Haji, mun butuh bantuan aku, sms be.
Pak Haji : Iya, terima kasih. (berbicara sendiri) Astaghfirullah, kenapa anakku cuma ada satu sehingga aku harus menjadikannya ahli waris satu-satunya?(keluar panggung)
Mang Din : (pada Calak)Tidak kusangka, otakmu itu memang cemerlang, Calak. Tapi masalahnya bukan cuma ini, Wahid punya banyak hutang dan kami sekarang sedang dikejar-kejar oleh para penagih hutang.
Calak : Santai. Rencano lah mateng. Aku perlu lanang yang pacak dipercayo. Tunggu dulu. Cobo kau bejalan tegep, tangan di pinggang, mato kau isi dengen raso marah. Sip. Aku lah ado ide. Sini melok aku.
Mang Din : Semoga saja idemu bagus lagi kali ini.
Calak : Sudah dak usah banyak komentar. (Keduanya keluar).

Babak II

Ny. Diana Rose: Padahal anak buahku dari simpang Sungki sudah memberikan kabar. Dia akan sampai di sini hari ini dengan membawa anak gadis dari suamiku yang kedua. Anakku itu kutinggalkan waktu masih bayi saat aku bercerai dengan ayahnya, sekarang dari informanku, dia sudah gadis dan siap untuk menikah. Tapi ternyata kabar darimu sekarang mengacaukan semua rencana kita.
Pak haji : Jangan khawatir. Masalah ini akan segera aku selesaikan.
Ny. Diana Rose: Pak Haji mau tahu pendapatku? Anak itu harus dididik dengan sebaik-baiknya.
Pak Haji : Tentu saja.
Ny. Diana Rose: Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Pak Haji : Iya, itu juga betul. Tapi apa maksud Nyonya berbicara seperti itu?
Ny. Diana Rose: Sebagai orang tua dan kiai, jika Pak Haji berhasil mendidik anak dengan baik, tentu hal ini tidak akan pernah ia lakukan.
Pak Haji : Oh, jadi Nyonya merasa bahwa Nyonya berhasil mendidik anak dengan baik?
Ny. Diana Rose: Tentu. Dan Alex tidak akan pernah melakukan hal yang memalukan seperti yang Wahid lakukan.
Pak Haji : Nyonya yakin? Bagaimana kalau ternyata anak Nyonya itu melakukan hal yang lebih memalukan daripada yang anakku lakukan?
Ny. Diana Rose: Apa maksud Pak Haji?
Pak Haji : Akan aku jelaskan.
Ny. Diana Rose: Apa Pak Haji mendenger sesuatu tentang anakku?
Pak Haji : Ya, tepat sekali.
Ny. Diana Rose: Apa?
Pak Haji : Calak, pelayanmu itu, bercerita padaku waktu aku sedang marah tadi. Tapi dia hanya mengatakannya secara umum, kalau ingin tahu secara khususnya Nyonya bisa bertanya langsung pada Calak ataupun orang lain. Aku sekarang juga ingin menyelesaikan masalahku sendiri. Mungkin aku butuh penasihat hukum atau sejenisnya. Selamat tinggal. (keluar panggung)

Setelah Pak Haji keluar, Alex masuk dari arah berlawanan. Tapi Nyonya Diana Rose masih belum menyadari kehadiran anaknya ini.

Ny. Diana Rose: (bicara sendiri) Apa maksudnya? Apa mungkin anakku melakukan yang lebih buruk daripada menikah tanpa izin orang tuanya?
Alex : Mama.. (berlari ingin memeluk ibunya, tapi ibunya menolaknya)
Ny. Diana Rose: Sabar. Tunggu. Kita bicara dulu.
Alex : Ma.. Ada apa? Tidak biasanya Mama menolak untuk memelukku?
Ny. Diana Rose: Sabar kataku. Tatap mata mama!
Alex : Ada apa sih, Ma?
Ny. Diana Rose: Apa yang sudah terjadi di sini?
Alex : Hah?
Ny. Diana Rose: Iya, apa yang kau perbuat di sini selama mama pergi?
Alex : Memangnya apa yang telah aku lakukan?
Ny. Diana Rose: Itu yang mama tanyakan. Apa kau telah melakukan sesuatu yang memalukan?
Alex : Tidak.
Ny. Diana Rose: Apa kau yakin?
Alex : Sangat yakin. Aku tidak melakukan apapun yang bisa mempermalukan Mama.
Ny. Diana Rose: Tapi Calak mengatakan sesuatu tentangmu.
Alex : Calak?
Ny. Diana Rose: Iya. Nah, sekarang kau berkeringat mendengar nama it kusebut.
Alex : Dia menceriakan sesuatu tentangku?
Ny. Diana Rose: Tempat ini tidak cocok untuk menceritakan semuanya. Sekarang kau pulanglah. Mama akan segera menyusulmu. Ah, kurang ajar. Kau telah mencemarkan namaku.(keluar panggung).
Alex : Apa-apan ini? Calak telah mengkhianatiku. Dia itu seharusnya orang nomor satu yang menyembunyikan semua yang kuungkapkan, tapi ternyata dia justru membeberkan berita buruk pada Mama. Akan kubuat perhitungan untuknya.
Lalu masuklah Wahid dan Calak ke dalam panggung.
Wahid : Calak, aku berhutang budi padamu. Kau memang jenius yang menyelamatkan nasibku.
Alex : Nah, ini dia. Senang sekali bertemu denganmu, Bangsat(pada Calak).
Calak : Apo? Ai, tinggi nian pujian tu caknyo.
Alex : (mengeluarkan pistol dari pinggang celananya) Kau ini pengkhianat. Akan kuberi kau pelajaran.
Wahid : (berdiri di antara Calak dan Alex untuk menghalangi Alex menembak) Ada apa ini?
Alex : Minggir, hid. Biarkan aku melampiaskan kemarahanku.
Calak : Apo salah aku, Bos?
Alex : Apa salahmu? Pengkhianat, masih kau pura-pura tidak tahu.
Wahid : Sabar, lex.
Alex : Aku tidak bisa sabar lagi. Aku mau dia mengaku atas perbuatannya. Barangkali dia sendiri mengira ini tidak akan terbongkar. Tapi aku mau mendengar pengakuan dari mulutnya sendiri. Kalau tidak, akan kutembak kepala bajingan ini.
Wahid : (pada Calak) Kalau begitu, ayo bicaralah, Calak.
Calak : Memangnyo apo nian yang sudah kulakuke dengen Bos tu?
Alex : Kau sendiri yang lebih tahu. Ayo cepat mengaku sekarang!
Calak : Oi, Bos, aku ni dak tau nian apo salah aku dengen Bos tu.
Alex : (mengambil posisi untuk menembak)
Calak : (berlutut)Oke bos. Oke. Kalu Bos lah makso nian. Aku ngaku aku salah. Waktu Bos nyuruh aku nganterke jam tangan ke gadis dusun yang Bos galak tu, aku balik dengen baju belumpur, dan muko aku bedarah-darah, terus aku ngomong mun aku dirampok dan jam tangan itu diambek rampok itu. Sebenernyo itu bohong, jam tangan itu aku yang ngambeknyo.
Alex : Apa? O.. jadi jam tangan itu kamu yang mengambilnya. Bagus. Tapi bukan itu pengkhianatanmu yang kumaksud.
Calak : Hah? Bukan yang itu yo?
Alex : Bukan. Ayo, cepat akui pengkhianatanmu.
Calak : Tapi aku idak inget kejadian yang laen, Bos.
Alex : Oh. Tidak mau mengaku. Oke. (bersiap menarik pelatuk pistolnya)
Wahid : Sabar, lex. Demi persahabatan kita. (pada Calak) Ayo cepat mengaku saja.
Calak : Iyo Bos. Aku ngaku aku yang galak ngabisi kue-kue yang Bos beli, terus aku lap ke siso-siso kue itu ke mulut kucing Bos. Jadi Bos nyangko kucing Bos itu yang makannyo. Maaf Bos.
Alex : O.. Jadi kamu yang selama ini menghabiskan kue-kue itu. Pantas, aku juga heran, sejak kapan kucing makan kue. Bagus. Aku dapat banyak informasi hari ini tentang kebusukan otakmu itu. Tapi bukan itu yang jadi masalah sekarang ini. Ada hal lain yang harus kau akui.
Calak : Tapi, Bos, cuma itu yang aku lakuke.
Alex : Hanya itu? Kau mau mengaku sekarang atau mengaku nanti di depan malaikat penjaga neraka? (kembali mengacungkan pistolnya ke kepala Calak).
Calak : Iyo Bos. Ado lagi. Waktu itu Bos balik malem-malem dan digebuki wong betopeng sampe bengep. Sebenernyo wong betopeng itu aku Bos.
Alex : Oh. Jadi itu kamu.
Calak : Iyo, tapi itu tu supayo Bos idak balik tengah dalu lagi.
Alex : Oke. Semua pengakuanmu akan kuingat baik-baik. Tapi sekarang aku mau kau mengaku, apa saja yang kau ceritakan ke Mamaku?
Calak : Nyonya?
Alex : Iya.
Calak : Aku bae belum pernah ketemu Nyonya sejak Nyonya balik ke sini.
Alex : Kau serius?
Calak : Sumpah.
Alex : Tapi Mama sendiri yang bilang padaku.
Calak : Berarti Nyonya bohong ke Bos tu. Maafkelah Bos.

Datanglah Mang Din dengan berlari dan tergopoh-gopoh.

Mang Din : Berita buruk. Berita buruk.
Wahid : Ada apa Mang Din?
Mang Din : Ada berita buruk, Ndoro.
Wahid : Berita apa?
Mang Din : Ada dua berita, yang satu untuk Ndoro Wahid, dan satu lagi untuk Den Alex. Mau yang mana duluan? (Sebelum ada yang menjawab) Oke, untuk Ndoro Wahid duluan. Orang yang menagih hutang ke Ndoro sudah mencari-cari Ndoro dan dia ingin hutang Ndoro segera dilunasi. Untuk Den Alex, ternyata gadis desa yang kamu suka itu, Laila, juga berhutang dengan orang yang sama. Orang itu beserta anak-anak buahnya tengah mencari kalian. Dan jika dalam waktu dua jam tidak segera dilunasi, maka mereka akan melakukan hal-hal yang sangat keji.
Calak : Tenanglah. Kalu untuk Wahid, aku lah ado rencano. Berapo utang kau dengen wong itu?
Wahid : 50 juta. Itu kugunakan untuk biaya pernikahan aku dan Laras.
Calak : Ae. Kecik itu. Pacak diejoke.
Alex : Calak yang baik. Tolong aku juga. Jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Laila ku yang manis.
Calak : (berjalan dengan gaya yang angkuh) “Calak yang baik”, sekarang aku jadi “baik” kalu bantuan lagi diperluke. Mahap be.
Alex : Ayolah, Calak. Semua perbuatanmu yang tadi kau ucapkan aku maafkan. Bahkan kalau ada yang lebih buruk dari itu pun akan aku maafkan.
Calak : Idak. Idak. Lemak bunuh be aku sekarang. Mano pistol kau tadi? Dak usah maafke aku.
Alex : Tolonglah, Calak. Aku minta maaf atas perbuatanku tadi, aku hanya sedang gelap mata karena marah.
Calak : Iyo, makonyo skarang bunuh be aku. Tadi caknyo dak tahan lagi kau nak mbunuh aku.
Wahid : Calak, tolonglah juga Wahid, kawanku ini. Aku juga memintamu untuk menolongnya.
Calak : O. Dak pacak. La sakit ati aku tadi gara-gara omongan Bos aku ni.
Alex : (berlutut) Tolonglah, Calak. Maafkan aku dan tolonglah Laila ku.
Calak : Sudah. Sudah. Bangun. Makonyo laen kali tu mun nak bebuat tu mikir dulu. Utak tu dipake. Giliran perlu be manis mulut. Bah.
Alex : Jadi kau mau membantuku mencari uang untuk membayar hutang Laila?
Calak : (pada Mang Din) berapo utangnyo tu?
Mang Din : 70 juta rupiah.
Calak : Pacak diejoke. Cak ini. Rencanonyo aku ni nak minta duit itu dari wong tuo kalian tu lah. Bos Alex dari Ny. Diana Rose dan Wahid dari Pak Haji. Untuk Wahid, rencanonyo lah ado. (pada Mang Din) pegilah, jalanke apo yang aku suruh tadi. (Mang Din pergi) Kalu untuk Ny. Diana Rose, maaf bos yo, bukan nak ngato, tapi Nyonya tu dak terlalu pinter, jadi agek kito akal-akali be. (Hape Calak berbunyi) Nah, ado sms dari Pak Haji, dio nak ke sini, nak konsultasi dengen aku. (pada Alex dan Wahid) sekarang kamu beduo pegilah dulu. Aku nak berejo.

Alex dan Wahid keluar panggung. Dan masuklah Pak haji.

Pak Haji : (berbicara pada diri sendiri) Baru ditinggal sebentar saja sudah buat masalah yang seperti ini. Dasar anak bengal. Inilah kesembronoan darah muda.
Calak : Halo Pak Haji!
Pak Haji : Ah, hai Calak!
Calak : Aku tau, pasti Pak Haji ni lagi mikirke masalah Wahid, iyo kan?
Pak Haji : Aku ini sangat kesal pada anak itu.
Calak : Iyo, Pak Haji. Aku ngerti dengen kekecewaan Pak Haji tu.
Pak Haji : Pernikahan yang dilakukan anakku ini, menghalangi rencana pernikahan yang sudah aku buat. Aku baru saja ada pikiran untuk meminta solusi pada penasihat hukum.
Calak : Astaga. Oi, Pak Haji. Mun uji aku, lebih baek cari caro laen bae untuk nyelesaike masalah ini. Kareno mun berhubungan dengan hukum, di negeri ini, Pak Haji tau dewek, mecak jalan di tempat yang penuh duri.
Pak Haji : Iya, aku cukup mengerti apa yang kau maksud. Tapi apa ada jalan lain?
Calak : Jangan khawatir. Dari dulu aku tu paling seneng dengen Pak Haji tu. Kareno itu, aku lah muter otak aku tujuh keliling. Lah kupikirke mateng-mateng. Cak ini Pak Haji. Aku lah nemui kakaknyo gadis yang dikawini Wahid tu. Ternyato dio tu tukang pukul profesional. Badannyo besak tinggi keker, dan omongannyo dak jauh dari caro matahke tulang wong. Aku jugo lah ngajak dio ngobrol tentang pernikahan Wahid ini. Aku pelantar-pelintir omongan. Singgo kato, dio setuju bekerjo samo dengen Pak Haji untuk nyuruh adeknyo cerai dari Wahid. Tapi harus ado kompensasinyo, biasolah, duit.
Pak Haji : Memangnya dia butuh berapa?
Calak : Awalnyo setinggi langit.
Pak Haji : Berapa?
Calak : Gilo nian jumlahnyo.
Pak Haji : Iya, berapa?
Calak : Seratus juta.
Pak Haji : Astaghfirulllah. Apa dia gila?
Calak : Iyo Pak Haji. Aku jugo ngomong cak itu ke dio. Aku tolak usulan dio tu. Aku nganyang dengen dio biar hargo tu pacak begoyang jugo. Akhirnyo setelah ngomong panjang kali lebar, dio galak jugo nurunke hargo tawa’an tu.
Pak Haji : Jadi berapa?
Calak : Kareno dio tu nak melok tes PNS, jadi dio butuh sepuluh juta untuk nyewo joki.
Pak Haji : Oke, aku bersedia sepuluh juta.
Calak : Terus, dio butuh jugo ijazah. Dan untuk buat ijazah butuh limo belas juta.
Pak Haji : Jadi sepuluh ditambah lima belas, dua puluh lima juta?
Calak : Yo’i.
Pak Haji : Itu banyak, tapi ya sudahlah. Aku setuju.
Calak : Dio jugo ngomong nak nyogok wong dalem. Dan butuh limo belas juta.
Pak Haji : Apa? Persetan. Bilang padanya, jalan belakang itu haram. HARAM.
Calak : Oi Pak Haji. Mano ngerti dio tu dengen haram.
Pak Haji : Iya, makanya ajari dia tentang arti kata Haram. Aku tidak sudi membiayai tes haram seperti ini.
Calak : Pak Haji, cobo pikir lagi. Jangan gara-gara hal kecik cak ini, laju kito jadi ribet. Apolagi sampe berhubungan dengan pasal-pasal di pengadilan.
Pak Haji : Ya sudahlah. Betul juga omonganmu itu.
Calak : Terus, dio jugo perlu parsel supayo lulus tes wawancaranyo.
Pak Haji : Ah, apa-apaan ini? Aku tidak setuju.
Calak : Pak Haji, cuma parsel kecik.
Pak Haji : Walau hanya satu kantong kecil pun aku tidak akan sudi membayar untuk hal seperti ini. Aku akan mengadu ke pengadilan saja untuk menyelesaikan masalah anakku ini.
Calak : Pak Haji.. Pak Haji.. Bapak tu belum tau apo yang Bapak omongke. Di proses pengadilan tu Pak Haji perlu bayar penasihat hukum. Habis tu pengacara, jaksa, hakim, bahkan saksi-saksi pun perlu disogok galo. Amun dak tu, ceto kalah Pak Haji tu di persidangan. Ini ni persidangan di dunio, bukan sidang akhirat yang ceto bakal menangke pihak yang bener.
Pak Haji : (menarik nafas dan berpikir) Berapa dia minta untuk parsel itu?
Calak : Pokoknyo, total dari joki, ijazah, sogokan wong dalem, dan parsel tu seluruhnyo limo puluh juta.
Pak Haji : Lima puluh juta?
Calak : Betul.
Pak Haji : (Menyeberangi panggung dengan penuh kemarahan) Ayo kita ke pengadilan!
Calak : Nah dem. Dak nian ngerti Pak Haji ni. Oi, pak mun ke pengadilan tu duit yang bakal Pak Haji bayar tu justru jauh lebih besak. Sogok sini, sogok sano, belum lagi kalo ado pihak yang dak seneng dengen Pak Haji, dan dio jugo nyogok supayo Pak Haji kalah, berarti Pak Haji harus nyogok lagi dengen jumlah yang lebih besak lagi. Belum lagi kalo menang, harus ngasi hadiah dan kenang-kenangan ke wong-wong yang terlibat.
Pak Haji : Lima puluh juta?
Calak : Iyo, pak. Aku jugo la buat perhitungan di luar palak. Pokoknyo mun mbayar kakaknyo gadis dusun ini, Pak Haji tu la untung selawe juta dibandingke dengen ke pengadilan. Belum lagi Pak Haji dak perlu terlibat urusan birokrasi yang meningke palak tu.
Pak Haji : Terserah. Aku tidak akan membayar laki-laki yang tidak jelas sebesar lima puluh juta.
Calak : Nah, Pak. “Laki-laki yang tidak jelas” itu la dateng.

Masuklah Mang Din yang menyamar sebagai seorang tukang pukul.

Mang Din : Calak, kasih tahu aku di mana orang yang dipanggil Pak Haji itu?
Calak : Memangnyo ado apo nian, lur?
Mang Din : Aku dengar dia ingin memperkarakan dan memutuskan pernikahan adikku di pengadilan.
Calak : Aku dak tau menau soal itu. Tapi dio dak galak ngasihke duit limo puluh juta yang kau pinta itu.
Mang Din : Demi nyawa dan isi perutnya. Kalau ketemu akan kupatahkan tulang lehernya, lalu tulang punggungnya, biarpun setelah itu aku harus disiksa seumur hidup di penjara. (Pak Haji sembunyi ketakutan di belakang Calak)
Calak : Tapi Pak Haji bapaknyo Wahid tu wong yang pemberani.
Mang Din : Bagus. Dengan begitu aku bisa mengajaknya duel satu lawan satu. Lalu akan kupatahkan tangan dan kakinya dan kukeluarkan isi kepalanya. (Melihat Pak Haji di belakang Calak) Ini siapa?
Calak : Tenang, ini bukan Pak Haji.
Mang Din : Jadi siapa? Temannya?
Calak : Bukan jugo. Dio ni malah musuhnyo Pak Haji.
Mang Din : Oh, Bagus. Aku senang bertemu dengan musuh Pak Haji.
Calak : Yo, dio bukan sekedar musuh, tapi musuh besak dari Pak Haji.
Mang Din : (bersalaman dengan Pak Haji dengan sangat kasar) Aku berjanji dan bersumpah untukmu musuh Pak Haji. Dengan janji yang lebih bisa dipercaya daripada janji politikus saat mereka berkampanye. Dan dengan sumpah yang lebih suci daripada sumpah para pejabat saat mereka dilantik. Hari ini, sebelum adzan magrib, aku akan mengirim Pak Haji ke surga. Hahaha.
Calak : Tapi di negara ini kekerasan tidak dibolehke, lur.
Mang Din : Peduli setan. Anggota dewan saja boleh berkelahi saat rapat. Apa itu bukan kekerasan?
Calak : Tapi Pak Haji itu banyak kawan dan keluargo yang bakal ngelindungi dio.
Mang Din : Justru itu lebih bagus. Jadi lebih banyak orang yang bisa kupatahkan lehernya, tulang punggungnya, lalu kukeluarkan isi kepalanya. Sini! Mana mereka semua? Aku sudah tidak sabar lagi.
Calak : Sudah. Sudah. Sudah. Jadilah, lur. Kami dak melok-melok.
Mang Din : Oke. Aku sekarang mau melanjutkan dulu mencari lelaki itu. (Pergi keluar panggung)
Calak : (pada Pak Haji) Nah, Pak Haji. Liat lah dewek tadi, seberapo banyak wong biso dalem bahayo cuma gara-gara limo puluh juta.
Pak Haji : (sangat ketakutan) Baiklah. Aku akan memberikan lima puluh juta pada lelaki itu.
Calak : Nah, cak itu kan lemak ndengernyo. Sini, mano duitnyo, biar aku yang ngasihke ke dio.
Pak Haji : Biarlah kita berdua langsung memberikan uang itu padanya.
Calak : Pak Haji, Bapak tu tadi lah kukenalke sebagai wong laen. Jadi dak aman mun tibo-tibo dateng ngadep dio. Lagi pulo, mun Pak Haji dateng dewek, takutnyo agek dio minta duit lebih lagi. Jadi lebih baek serahke be ke aku duit itu.
Pak Haji : Baiklah. Tolong selesaikan segera masalah ini. (memberikan uang pada Calak)
Calak : Beres.
Pak Haji : Aku tunggu kabar darimu. Sekarang aku mau ke rumah dulu. (keluar panggung)
Calak : Hahahaha. Satu orang telah tertipu. Bagus nian akting Mang Din tadi. Sekarang tinggal nunggu Nyonya yang masuk perangkap. Nah. Itu dio wongnyo dateng.

Masuklah Ny. Diana Rose. Calak berpura-pura sedih dan tidak melihat Ny. Diana.

Calak : (memasang wajah sedih) Ya Allah. Ngapolah ini pacak tejadi. Ibu yang malang. Ny. Diana yang malang, apolah yang bakal nyonya lakuke?
Ny. Diana : Apa yang ia bicarakan tentangku dengan wajah yang begitu sedih?
Calak : Ado wong pacak ngasih tau aku di mano Ny. Diana Rose? Supayo biso aku ceritoke tentang kemalangan dio.
Ny. Diana : (membentak) Hei. Aku di sini. Ada apa?
Calak : (pura-pura tersadar) Ah, nyonya. Aku dak tau cak mano caro nak nemui Nyonya ne.
Ny. Diana : Aku sudah sejak sejam yang lalu ada di sini.
Calak : Nyonya..
Ny. Diana : Apa?
Calak : Nyonya, anak nyonya..
Ny. Diana : Ada apa dengan Alex, anakku?
Calak : Dio dapet musibah paling aneh sedunio.
Ny. Diana : Aku tadi ketemu dengen Bos Alex dan dio lagi sedih. Katonyo gara-gara kabar yang dio dapet dari Nyonya. Untuk ngalihke pikirannyo, kami jalan-jalan ke Danau Teluk Gelam. Kami duduk di deket mobil yang lagi parkir di pinggir danau. Ternyato di dalem mobil tu ado uong. Kami diajak masuk mobil, dikasih minum dan makanan yang enak-enak.
Ny. Diana : Aku tidak melihat itu sebagai musibah.
Calak : Tunggu dulu, Nyonya. Belum selesai aku ni cerito.
Ny. Diana : Oke. Silakan lanjutkan.
Calak : Sambil kami makan, mobil tu dibawa bejalan oleh supirnyo. Lah jauh dari tempat rame, aku diturunke dari mobil. Terus Bos Alex diiket. Wong di mobil it ngomog, dio minta duit tujuh puluh limo juta dalam waktu duo jam. Mun dak tu anak Nyonya bakal dikirimnyo ke Malaysia untuk dijadike TKI.
Ny. Diana : Apa? Tujuh puluh lima juta?
Calak : Iyo, Nyonya. Dalam duo jam.
Ny. Diana : Apa orang itu tidak punya otak?
Calak : Kalulah. Tapi Nyonya harus begerak cepet. Untuk nyelametke anak Nyonya tu dari perbudakan di negeri tetanggo tu. Aku dak pacak mbayangke agek anak Nyonya digosok, disilet-silet, terus diperkosa. Eh.. Dak mungkin jugo dio diperkosa, dio kan lanang.
Ny. Diana : Kenapa dia mau naik mobil itu?
Calak : Dio dak tau bakal ado kejadian cak itu, Nyonya.
Ny. Diana : Pergilah, Calak. Katakan pada orang itu aku akan mengirim polisi untuk menangkap mereka.
Calak : Oi, Nyonya. Nyonya nak ngarepke polisi. Setau aku di negara ini, untuk ngelapor be harus nunggu tigo jam. La keburu berangkat ke Malaysia anak Nyonya tu.
Ny. Diana : Kenapa dia mau naik mobil itu?
Calak : Mungkin lah nasib nian, Nyonya.
Ny. Diana : Kenapa kau tidak ikut diculik?
Calak : Kalo aku ikut diculik, siapo yang mereka suruh ngasih tau Nyonya.
Ny. Diana : Kejadian ini sangat aneh.
Calak : Lah kuomongke dari tadi, Nyonya. Anak Nyonya tu ngalami musiba paling aneh sedunio anget ni.
Ny. Diana : Kenapa dia mau naik mobil itu?
Calak : Aku jugo dak tau ngapo.
Ny. Diana : Tujuh puluh lima juta?
Calak : Tujuh puluh lima juta, Nyonya.
Ny. Diana : Ini kunci lemariku. (menyerahkan ke Calak)
Calak : Iyo.
Ny. Diana : Kau buka lemari itu dengan kunci ini.
Calak : He eh.
Ny. Diana : Kau ambil semua pakaian bekasku, kau kumpulkan dan jual ke pasar 16, lalu hasilnya kau pakai untuk menebus anakku.
Calak : (mengembalikan kunci) Nyonya payo bebener. Hargo baju itu dak kado sampe tujuh puluh limo juta. Lagian bolak balik ke pasar enem belas be lah makan waktu duo jam.
Ny. Diana : Tapi untuk apa dia naik mobil itu?
Calak : Sudahlah. Percuma ngomong dengen Nyonya ne. Sia-sia be. Lupokelah mobil itu, waktunyo lah hampir habis. Kasian dengen bos Alex. Siso masa mudonyo harus dio habiske sebagai TKI. Tapi biarlah rumput yang bergoyang yang jadi saksi kalo aku la berusaha sekuat tenago untuk dio. Jadi kalo ado yang harus disalahke, itu bukan aku.
Ny. Diana : Tunggu sebentar, Calak. Aku akan menyediakan uang itu.
Calak : Cepet dikit, Nyonya. Agek takutnyo waktunyo la habis.
Ny. Diana : Enam puluh lima juta, bukan?
Calak : Tujuh puluh limo juta, Nyonya. Tujuh puluh limo juta.
Ny. Diana : Tapi untuk apa dia naik mobil itu?
Calak : Iyo, Nyonya. Tapi cepetlah.
Ny. Diana : (mengeluarkan uang dari kantongnya) Uang ini baru saja aku dapat dari bisnis. Tak kusangka secepat ini harus pergi lagi dari tanganku. Cepat tebus anakku.
Calak : (menjulurkan tangan untuk meminta uang) Baik, Nyonya.
Ny. Diana : (hendak memberikan uang itu, tapi menarik kembali tangannnya) Tapi katakan pada para penculik itu bahwa mereka adalah bangsat.
Calak : Oke, Nyonya.
Ny. Diana : Tak punya perasaan.
Calak : Oke, Nyonya.
Ny. Diana : Dan aku akan membalas dendam kesumatku ini pada para penculik itu.
Calak : Oke, Nyonya.
Ny. Diana : (memasukkan kembali uang ke kantongnya dan hendak pergi) Pergi cepat, bawa anakku kembali.
Calak : (mengejar Nyonya) Tunggu dulu.
Ny. Diana : Apa lagi?
Calak : Duitnyo mano?
Ny. Diana : Apa belum kuberi padamu?
Calak : Belum.
Ny. Diana : (memberikan uang pada Calak) Ah, stres telah membuat aku jadi pikun.
Calak : Aku paham kok, Nyonya.

Lalu Ny. Diana pergi keluar panggung. Calak memanggil Alex dan Wahid.

Calak : Lah beres galo. Ini limo puluh juta dari Pak Haji untuk Wahid. Dan ini tujuh puluh limo juta untuk Bos Alex.
Wahid : Terima kasih Calak. Aku berhutang budi padamu.
Alex : Terima kasih. Lailaku terselamatkan berkat kau.
Calak : Oke. No problemo. Sekarang kamu beduo tu cepet-cepetlah bayar ke uong tempat kamu ngutang. Sebelum telambat.

Wahid dan Alex pun keluar panggung.

Babak III
Calak : (berbicara sendiri) Hahahaha. Apo uji aku, dak ado masalah yang dak selesai di tangan Calak, Sang Raja Akal Bulus. Jingoklah tadi masalah duit selesai dengen itungan menit. (masuklah Pak Haji dan Ny. Diana Rose dengan mengendap-endap, lalu bersembunyi dan mendengarkan omongan Calak) Jingok Pak Haji, dengen sedikit be belitan kato-kato dari aku. Padahal dak katek Kakak gadis dusun itu nak melok PNS. Dapet limo puluh juta. Hahahaha. Mun dipikir-pikir buyan jugo retinyo Pak Haji tu. Tapi yang lebih parah lagi, Ny. Diana Rose itu. Bingung jugo aku ngapo Nyonya tu pacak jadi pejabat dan pengusaha, awak otak kurang secanteng. Mano ado lagi cerito tentang penculikan, dan anaknyo yang nak dijadike TKI. Hahaha. Buyan. Buyan. Bodoh. Bodoh.
Lalu Pak Haji dan Ny. Diana Rose keluar dari persembunyian mereka.
Pak Haji : Siapa yang bodoh?
Ny. Diana : Pintar sekali kamu, Calak.
Calak : Aduh. Gawat. Mati aku. (berlari keluar panggung)
Pak Haji dan Nyonya Diana Rose mencaci maki sejadi-jadinya.

Pak Haji : Setan kau, Calak. Kurang ajar. Bangsat!
Ny. Diana : Keparat. Ternyata kau telah membohongi kami.
Pak Haji : (tersadar akan kata-katanya yang kasar) Astaghfirullah... 3x.
Ny. Diana : Sabar, Pak. Sabar.
Pak Haji : Alangkah malang nasib kita dibodohi sedemikian rupa.
Ny. Diana : Bukan hanya malang, tapi tragis dengan cara yang ekstrim. Terutama untukku.
Pak Haji : Memangnya ada apa dengan Nyonya?
Ny. Diana : Tadi aku mendapat kabar bahwa anak gadis dari pernikahanku yang kedua, yang akan aku jodohkan dengan anak Pak Haji, telah lama tersesat setelah kepergiannya dari Simpang Sungki. Dia dan ibu angkatnya tidak tahu jalan menuju tempat ini. Jadi sampai sekarang aku tidak tahu di mana dia. Aku juga tidak bisa mencarinya karena aku tidak tahu seperti apa wajahnya sekarang.
Pak Haji : Sabar, Nyonya. Sabar.

Lalu terdengar suara tertawa dari serombongan orang. Pak Haji dan Nyonya Diana Rose kembali ke persembunyian mereka.

Laila : Jadi begitu ceritanya?
Alex : Iya, Lailaku sayang. Semua uang yang itu kita dapat adalah bantuan si Calak.
Laila : Kita berhutang budi padanya. Berkat dia, aku terbebas dari ancaman penagih utang yang membahayakan itu.
Laras : Bukan hanya kalian berdua yang berutang budi pada Calak. Tapi kami berdua juga.
Wahid : Ya, kita semua yang di sini berutang budi pada Calak dan akalnya yang luar biasa. Berkat dia, kita di sini bisa bahagia.
Laila : Itu tidak sepenuhnya benar.
Alex : Kenapa? Apa lagi yang membebani pikiranmu sekarang, sayang?
Laila : Baiklah, aku akan menceritakannya. Tapi aku harap kau tidak akan mengurangi cintamu karena ceritaku ini.
Alex : Langit runtuh pun takkan mengurangi cintaku padamu, sayang.
Laila : Begini ceritanya. Sebenarnya aku ini datang dari tempat yang jauh dan merantau untuk mencari siapa ayahku sebenarnya. Ibuku pernah bercerita bahwa ia adalah seorang wanita selingkuhan. Dan lelaki yang ibu cintai itu pergi ke Indralaya ini untuk berdagang, tapi kemudian ia tidak pernah kembali. Walaupun pasti sakit, tapi aku ingin melihat siapa ayah biologisku.
Laras : Duhai Laila. Entah kenapa, tapi sungguh ceritamu itu serupa dengan ceritaku.
Wahid : Larasku, apa benar yang kau katakan?
Laras : Iya, Wahid. Seperti yang kau tahu bahwa Bik Na bukanlah orang tua kandungku. Ia hanyalah orang tua angkatku yang kemudian menjadi waliku. Kami ke sini pun untuk mencari ibu kandungku. Menurut kabar, ia pun telah menjadi seorang saudagar dan pejabat yang mahsyur di Indralaya ini.

Tiba-tiba keluarlah Ny. Diana Rose dari persembunyiannya. Dan ia langsung marah-marah pada Alex.
Ny. Diana : Alex. Jadi kau tega mengkhianati mama hanya karena gadis ini? (menunjuk pada Laila). Dan karena dia juga kau berkomplot dengan Calak untuk mendapatkan uang Mama. Apa kelebihannya? Aku tidak sudi punya calon menantu yang bahkan keturunannya pun tidak jelas. Mama hanya rela jika dia adalah keturunan orang yang baik-baik.
Alex : Ma, kenapa Mama bicara begitu kasar? Dia hanya sedang mencari ayah kandungnya.
Ny. Diana : Coba sebutkan siapa nama ayah kandungmu itu.(pada Laila)
Laila : Sami’un.

Mang Din yang dari tadi hanya diam, tiba-tiba terkejut.
Mang Din : Apa? Siapa namanya?
Laila : Sami’un.
Mang Din : Apa kau yakin?
Laila : Sangat yakin.
Mang Din : Itu adalah nama kecil Pak Haji waktu dia masih muda.

Pak Haji yang dari tadi masih bersembunyi, diseret keluar oleh Ny. Diana Rose.

Ny. Diana : Pak, apa benar semua itu?
Pak Haji : Sepertinya benar.
Ny. Diana : Jadi Pak Haji dulu pernah punya wanita simpanan.
Pak Haji : Itu kan dulu. Haji juga manusia, aku juga dulu pernah khilaf.
Ny. Diana : Tapi kalau itu benar, aku setuju. (pada Laila dan Alex) Karena itu berarti Laila adalah anak orang baik-baik.
Pak Haji : Ya, dan lagi pula yang penting sekarang adalah kau(menunjuk pada Wahid). Ternyata ini wanita yang kau nikahi tanpa izinku, sehingga menggagalkan rencanaku untuk menikahkanmu dengan anak gadis Ny. Diana. Bahkan ia pun tidak tahu siapa ibu kandungnya.
Wahid : Ayah, aku sangat mencintai Laras. Dan aku harap ayah bisa menerima dia apa adanya.
Pak Haji : Tidak bisa. Semua ini sangat...

Tiba-tiba datang Bik Na, Ibu angkat Laras.

Bik Na : (menjerit) Berisik. Ada apa sih ini? Dari tadi berisik-berisik terus. (semua terdiam) Nah, kalau tenang seperti ini kan enak. (tiba-tiba melihat Ny. Diana Rose) Astaga. Astaghfirullah. MasyaAllah. Serius? Ini bukan mimpi? Bu Rosdiana?
Ny. Diana : Siapa kau? Itu kan panggilanku waktu aku masih tinggal di Simpang Sungki dulu.
Bik Na : Ya Allah, Bu. Bu Rosdiana, aku ni dulu pembantu ibu di Simpang Sungki.
Ny. Diana : Ya. Ya. Ya. Sekarang tolong jangan panggil aku seperti itu lagi. Namaku di sini adalah Ny. Diana Rose.
Bik Na : Astaga, Bu. Gara-gara ibu ganti nama, kami jadi kesusahan nyari ibu. Ibu tahu tidak, aku ini sekarang jadi ibu angkatnya Laras. Kami sudah sejak lama mencari ibu di sini.
Ny. Diana : Apa? Jadi Laras ini anakku?
Bik Na : Iya, bu. Maaf ya, Bu. Saya tahu ibu punya rencana menjodohkannya dengan lelaki lain, tapi karena sudah lama kami tersesat di sini, maka Laras lebih dulu jatuh cinta pada lelaki lain, dan sudah menikah, yaitu dengan Mas Wahid.
Pak Haji : Kebetulan macam apa ini? Jadi Laras ini yang ingin Nyonya jodohkan dengan anak saya?
Ny. Diana : Iya, pak.
Pak Haji : Ya sudahlah, berarti mereka telah melakukan hal yang benar. (semua statis)

Calak tertawa terbahak-bahak dari luar panggung. Akhirnya berhenti di bagian depan tengah panggung.

Calak : Hahahahahahahahaha.

Musik meninggi. Lampu semakin terang sampai sangat terang kemudian meredup kembali sampai gelap total. Musik berhenti. Pentas ini pun


SELESAI