Selasa, 22 Desember 2015

Ulasan Buku "Tempat Paling Sunyi" Karya Arafat Nur

Berikut ini ulasan subjektif saya mengenai "Tempat Paling Sunyi" karya Arafat Nur:

Membaca buku Arafat Nur mungkin tidak bisa dilepaskan dari pengalaman membaca Lampuki. Apalagi saya membaca buku ini tidak lama setelah membaca buku Lampuki. Jika dibandingkan, tempo yang ada dalam Tempat Paling Sunyi jauh lebih lambat ketimbang tempo yang ada di dalam Lampuki. Walaupun latarnya tetap berada di Aceh, tapi novel ini bisa dibilang 'bertolak belakang' dengan Lampuki.

Saat membaca bagian-bagian awal buku ini, saya sempat berpikir, "Jangan-jangan ini pengalaman pribadi Arafat Nur." Kemungkinan itu ada dan selalu ada, walaupun seandainya pun memang pengalaman pribadi, itu tak masalah. Mau pengalaman ataupun bukan, penulis yang baik tetap akan menyajikan cerita dengan baik. Seandainya pun itu bukan pengalaman pribadi, juga tak masalah, karena sejatinya tidak ada karya yang benar-benar lepas dari fakta dan juga tak ada karya yang sepenuhnya lepas dari fiksi.

Arafat Nur, menurut saya, mampu menyampaikan kritik terhadap orang-orang yang beragama hanya di permukaan lewat tokoh istri pertama dan ibu mertua tokoh utama. Agama yang hanya dilakukan melalui ritual-ritual, tapi nilai-nilai dan esensinya tidak dijalankan dan menjadi landasan bertindak. Orang-orang semacam ini, sejauh yang saya tangkap dalam novel ini, menjadi biang kerok kekacauan-kekacauan yang terjadi. Parahnya lagi, mereka tidak menyadari bahwa kekacauan itu disebabkan oleh mereka sendiri, atau bahkan mereka tidak tahu bahwa ada kekacauan.

Selain kritik terhadap orang-orang tersebut, saya juga menangkap kegelisahan tentang nasib penulis sastra pada umumnya, dan khususnya novel. Di sini Arafat Nur memberikan gambaran ekstrem yang menyatakan bahwa penulis novel hanyalah orang-orang yang kurang kerjaan dan mengisi waktu secara tidak bermanfaat. Meskipun tentu saja tidak semua orang berpendapat demikian, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa memang menulis di negeri ini belum bisa menjanjikan kelayakan hidup jika dijadikan sumber penghidupan. Saya juga menangkap hal tersebut tidak terlepas dari masih rendahnya minat baca masyarakat. Akibatnya novel, dan karya sastra lainnya, dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

Selain dua hal tersebut, tentu ada banyak kritik-kritik lain yang dimuat Arafat Nur di dalam novelnya ini. Hal yang menarik adalah hampir semuanya, kalau tidak bisa dibilang semua, disampaikan secara satir. Menertawakan kesedihan, dan inilah memang yang menjadi poin lebih dari tulisan-tulisan Arafat Nur. Mungkin juga menjadi ciri khas yang dipilih secara sadar olehnya.

Hanya saja, sebagaimana gading yang pasti retak, buku ini pun memiliki beberapa poin yang cukup mengganggu, setidaknya bagi saya. Kejadian-kejadian ataupun sifat dan sikap yang dimiliki oleh tokoh-tokoh di dalam novel ini tak jarang begitu ekstrem, sehingga menjadi hiperbolis. Boleh dibilang, ada bagian-bagian yang keluar dari logika real, mengingat ini adalah novel yang realistis, maka hal yang berlebihan tentu cukup mengganggu.

Satu contoh yang dapat saya ambil adalah tentang begitu dungunya istri pertama dan mertua tokoh utama. Di dalam buku ini dinyatakan bahwa kedua tokoh tersebut begitu dungu sampai-sampai mereka tak tahu bahwa bumi itu berbentuk bulat. Keduanya percaya bahwa bumi itu datar saja. Tentu ini mengganggu, sebab di bagian lain dinyatakan bahwa istri pertama tokoh utama adalah lulusan sekolah menengah. Fakta bahwa bumi berbentuk bulat seperti bola sudah diajarkan sejak kita duduk di bangku sekolah dasar. Maka penggambar tentang kedunguan kedua orang tersebut menjadi hiperbolis dan tidak lagi realistis.

Ini hanyalah satu contoh yang saya paparkan. Masih ada banyak contoh-contoh lain yang bisa Anda temukan sendiri ketika membaca Tempat Paling Sunyi. Secara keseluruhan pun saya pribadi lebih menyukai Lampuki ketimbang Tempat Paling Sunyi. Meskipun demikian, buku ini pada dasarnya tetap saja sebuah buku yang menarik dan enak dibaca.

Demikian pendapat subjektif saya mengenai buku ini. Mungkin banyak pendapat saya tersebut yang salah, walaupun mungkin juga ada yang benar.
Salam.

ART.