Festival Olah Raga Sejagad Anget
Pemeran:
1. Raja : Usia 50an. Bijaksana, tapi agak timbul tinggi hatinya akibat kerajaannya yang makmur.
2. Permaisuri : Usia 45. Bijaksana, tidak terlalu banyak bicara. Anggun dan berwibawa.
3. Siti Rafe’ah : Usia 17. Cantik, menarik, mulai genit karena sudah beranjak remaja.
4. Abdul Muluk : Usia 19. Tampan. Anak sulung Raja.
5. Perdana Menteri: Usia 50. Tangan kanan Raja. Seseorang yang sebenarnya bisa dipercaya tapi terkadang salah mengambil tindakan.
6. Pengawal : Usia 20. Badan kekar dan tinggi.
7. Khadam Kakak : Usia 30an. Pembantu di kerajaan. Sering bicara sembarangan bahkan seperti tidak dipikirkan dulu kata-kata yang diucapkannya itu.
8. Khadam Adek : Usia 27. Pembantu di kerajaan. Sejenis dengan Khadam Kakak.
9. Kontestan 1 : Usia 20 akhir. Berasal dari kerajaan di Jawa Tengah.
10. Kontestan 2 : Usia 60. Berasal dari kerajaan di Sumatera Barat, Padang.
11. Kontestan 3 : Usia 22. Dari Kerajaan Sriwijaya. Tinggi, putih, dan tampan.
Pada zaman dahulu kala di Negeri Berbari, kerajaan Sriwijaya hiduplah seorang raja yang bijak bestari. Rakyatnya makmur dan sejahtera di bawah kepemimpinannya. Keluarganya pun rukun dan akur. Raja ini mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Harta melimpah dan keluarga yang rukun ternyata belum membuat sang raja benar-benar bahagia. Ia ingin agar kerajaannya itu dikenal oleh seluruh dunia, dalam bahasa kerajaan itu disebut “sejagad Anget”, yaitu dengan mengadakan sebuah festival olah raga.
Beremas:
Ketika malu merah merona
Tak bisa tidur sampai pagi buta
Selamat datang tuan dan nona
Akan ditampilkan sebuah cerita
Monyet kencing sambil berlari
Tak sengaja terciprat si kuda
Cerita ini dari negeri Berbari
Pesta olah raga segera ada
Terlihat cahaya si kunang-kunang
Di dekat air yang sudah menggenang
Penonton diharap untuk tenang
Silakan duduk selamat menyaksikan
Khadam Kakak : Oi dek, ado lokak dak? Kakak kau ni lagi buntu.
Khadam Adek : Ai, kak. Memang rai kakak nian, dak jauh-jauh dari buntu. Memang dak pernah beduit kakak tu.
Khadam Kakak : Nah, kurang ajar kau ni. Kakak kau ni betanyo, ado lokak dak? Jawab be ado apo idak, dak usah nak ngato cak itu.
Khadam Adek : Mun lokak tu ado kak, tapi lokak saro. Galak dak?
Khadam Kakak : Aih berentilah mun lokak saro, nandak aku.
Khadam Adek : Bew, dasar kau ni kak, LSM nian. Lokak Seneng Maju, Lokak Saro Mundur. Wong Sriwijaya nian kau ni.
Khadam Kakak : Kau ni dari tadi ngato tu lah. Ngajak rusuh apo kau ni? Payo mun nak betujahan! Belum pernah ngeliat wong buntu ngamuk apo? (Bersiap mengambil posisi untuk berkelahi).
Khadam Adek : (Ketakutan) Idak, kak. Oi maen-maen be aku ni kak. Jangan marah cak itu. (Membujuk) Iyo, iyo. Aku ado lokak, tapi kakak tu tenang dulu, oke?
Khadam Kakak : (Mengancam) Awas be mun kau ngolahke aku! Kugoco nian kau!
Khadam Adek : Idak, kak. Idak ngolahke aku ni. Ado nian lokaknyo. Cak ini ceritonyo kak. (Mendekat pada Khadam Kakak, lalu membisikkan sesuatu).
Khadam Kakak : (Tersenyum-senyum, antara percaya dan tidak) Serius kau ni?
Khadam Adek : Serius kak. Sejak kapan aku galak bohong? Tenang be.
Khadam Kakak : Memangnyo kau tau dari mano kabar itu?
Khadam Adek : Makonyo galak-galak begaul dengen pejabat, kak. Jangan cuma dengen sesamo kacung be, dak bekembang ilmu dan pengetahuan kito.
Khadam Kakak : Cak-cak pakam pulo kau ni. Tapi iyo nian kan itu tu?
Khadam Adek : Mun kakak masih dak percayo jugo, agek kakak buktike dewek. Jam berapo ini?
Khadam Kakak : (Mengeluarkan hape) Jam tigo. Ngapo?
Khadam Adek : Nah, kebetulan. Bentar lagi waktunyo rajo kito rapat rutin. Agek kakak jingoklah, yang kuomongke tadi tu pasti dibahas.
Khadam Kakak : Oke mun cak itu.
Khadam Adek : Tapi sebelumnyo, peh kito bereske dulu ruangan ini. Agek laju keno marah pulo gara-gara ruangan ni dak rapi.
Keduanya pun merapikan ruangan. Tidak lama kemudian datanglah raja beserta rombongannya. Terlihat raja, permaisuri, putri, dan perdana menteri yang dijaga oleh pengawal.
Pengawal : (Berteriak) Tuanku Raja segera memasuki ruangan.
Raja beserta rombongan memasuki panggung dan mengambil tempat duduk masing-masing.
Raja : Wahai Perdana Menteri.
P. Menteri : Saya, Tuanku.
Raja : Bagaimana kondisi kerajaan ini? Apakah semua rakyatku hidup dengan tenang dan damai? Apakah semua rakyatku bisa memenuhi kebutuhan pokok hidupnya?
P. Menteri : Iya, Tuanku. Selama masa kepemimpinan Baginda Raja, segenap rakyat hidup dalam kondisi yang makmur dan tenteram. Tak ada halangan dan permasalahan yang berarti.
Khadam Kakak : (ke samping) Iyo makmur nian. Cuma gaji kacung cak aku ni be yang dak naek-naek.
Khadam Adek : Setuju aku. Ado nian, kak.
Raja : (Membentak) Khadam!
Kedua Khadam : (Serempak) Maen-maen be, rajo.
Raja : Wahai Permaisuri dan anak-anakku. Bagaimana dengan kalian? Apakah ada permasalahan yang kalian hadapi?
Siti Rafe’ah : Ampun, Ayahanda. Sampai sekarang tidak ada permasalahan berarti yang Ananda alami. Semua keluarga kerajaan ini hidup dalam kerukunan dan membuat Ananda merasa betah serta nyaman.
Abdul Muluk : Jugo samo bae. Alhamdulillah. Tiduk nyenyak makan kenyang. Secara, anak rajo gitu lho.
Permaisuri : Benar sekali, Tuanku Raja. Putra dan putri kita pun telah tumbuh semakin dewasa.
Raja : Syukurlah. Sungguh suatu bagi seorang raja dan ayah seperti aku melihat keluarganya hidup rukun dan bahagia, rakyat pun hidup makmur dan tenteram. Tapi sekarang ada sesuatu yang aku pikirkan.
Abdul Muluk : Nah, kau. Lagi galau caknyo ayah ni.
Permaisuri : Kalau boleh hamba tahu, apa gerangan yang Baginda pikirkan?
Raja : Kerajaan ini telah lama berdiri. Pembangunan yang dilakukan berjalan dengan baik, rakyat hidup sejahtera, alam di sini pun indah dipandang, begitu banyak kelebihan dan keunggulan kerajaan ini yang tidak dimiliki kerajaan-kerajaan lain. Aku mempunyai keinginan untuk memperkenalkan kerajaan kita ini pada dunia. Agar dunia tahu kebesaran dan nama Sriwijaya.
Khadam Adek : (kepada Khadam kakak) Nah, ini dio kak. Lokak yang tadi aku ceritoke.
Raja : Kemarin aku dan perdana menteri telah membahas tentang hal ini di taman kerajaan. Perdana menteri sepakat dan kami mempunyai ide untuk mengadakan festival olah raga sejagad. (Kepada Khadam Adek) Aku tahu kau kemarin menguping pembicaraan kami sambil pura-pura menyirami bunga di taman kerajaan.
Khadam Kakak : (ke samping) Ooo... Nguping ruponyo, tadi belagak nian ngomong ‘begaul dengen pejabat.’
Raja : (Kepada Permaisuri dan Putri) Bagaimana menurut kalian berdua mengenai ide kami itu?
Permaisuri : Jika menurut Baginda itu adalah yang terbaik, maka hamba akan turut mendukung rencana Baginda itu.
Siti Rafe’ah : Benar Ayahanda. Siapa tahu nanti akan ada pangeran yang tampan dari negeri seberang.
Abdul Muluk : Nah, bener jugo itu. Siapo tau ado jugo cewek cantik yang dateng. Jadilah untuk penjingoan. Lah lamo jugo dak cuci mato. Butek mato aku nyingo’i rai Rafe’ah ni bae.
Khadam Kakak : (ke samping) Cacam. La mulai lentik pulok betino itu. La mulai gadis nian.
Khadam Adek : (kepada Khadam Kakak) Ado nian, kak. Budak jaman mak ini ari, cepet nian gadisnyo. Tapi caknyo kakaknyo tu jugo dak beda jauh. Ai. La kanji galo anak rajo ni. La gatal.
Raja : Khadam!
Kedua Khadam : (Serempak) Maen-maen be, rajo.
Raja : Baiklah, tampaknya semuanya sudah setuju. Berarti kita harus segera melakukan persiapan untuk mengadakan festival olah raga ini. Perdana Menteri, menurutmu apa yang pertama kali harus disiapkan dan berapa lama waktu persiapan yang dibutuhkan untuk mengadakan festival ini?
P. Menteri : Menurut hemat hamba, hal pertama yang harus disiapkan adalah uang, Tuanku. Jika uang negara mencukupi, berdasarkan perhitungan hamba, dua bulan sudah cukup untuk melakukan persiapan acara ini.
Abdul Muluk : Bew, ujungnyo masih nak balik ke duit tu lah. Tapi caknyo bukan masalah.
Raja : Kau tak usah khawatirkan masalah uang. Kerajaan kita ini kaya-raya. Baiklah, lebih cepat lebih baik. Dua bulan lagi terhitung dari hari ini akan diadakan festival olah raga. Dan aku namai acara ini “Festival Olah Raga Sejagad Anget”.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Lalu hal apa lagi yang harus disiapkan?
P. Menteri : Seperti yang telah kita diskusikan kemarin, Tuanku Raja. Kita harus mempersiapkan semua sarana dan prasarana, undangan, dan kepanitiaan untuk acara ini.
Raja : (Kepada Perdana Menteri) Baiklah, kau yang urus semua itu. Aku beri kau tanggung jawab untuk menyukseskan acara ini. (Kepada Kedua Khadam) Kalian juga harus ikut andil. Kalian kuperintahkan membuat pengumuman kepada seluruh rakyat kerajaan ini untuk turut membantu dan berperan aktif.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja. Akan segera hamba laksanakan (keluar panggung).
Kedua Khadam : (Serempak) Oke, pak bos (keluar panggung).
Raja : (Kepada Permaisuri dan anak-anaknya) Kalian juga harus bersiap-siap. Aku ingin nanti permaisuri dan anak-anakku tampil menawan di hadapan seluruh perwakilan kerajaan lain.
Permaisuri : Baik, Baginda.
Siti Rafe’ah : Baik, Ayahanda.
Abdul Muluk : Ai, aku ni masih belagak tu lah walau nak dicak mano ke bae.
Raja : Mari kita beristirahat dulu (Hendak keluar).
Pengawal : (Berteriak membuat pengumuman) Tuanku Raja hendak meninggalkan ruangan. (Semua keluar).
Satu bulan tiga minggu kemudian, proyek Festival Olah Raga Sejagad Anget mengalami masalah. Sarana dan prasarana banyak yang belum selesai, yang sudah selesai tidak memenuhi standar. Raja marah dan bingung karena undangan ke seantero jagad sudah disebar, sehingga tidak mungkin lagi untuk diundur, tapi jika jadi terlaksana dengan kondisi yang seperti ini, bukannya membuat bangga, justru acara ini akan mempermalukan diri sendiri.
Khadam Kakak : Dek, cak mano persiapan acara kito ni? Ngapo jadi cak dak keruan ni?
Khadam Adek : Nhu, dak ngerti jugo aku ngapo jadi cak ini, kak.
Khadam Kakak : Iyo, padahal aku lah meloki saran kau waktu itu, aku lah ndaftar jadi LO untuk acara itu. Ujinyo gajinyo bejuta-juta. Tapi mun cak ini jangankan begaji, acara be belum tentu jadi. Gawe rajo kito ni pulo nah, madaki acara sejagad Anget cuma duo bulan. Agak-igik jugo Rajo ni.
Khadam Adek : Sssttt… Itu dio caknyo rajo dateng.
Raja dan rombongannya datang.Semua dengen wajah masam dan gusar.
Pengawal : (Berteriak memberi pengumuman seperti biasa) Raja segera memasuki ruangan.
Raja : (Kepada perdana menteri) Bagaimana ini. Mengapa jadi seperti ini? Aku mau dengar dulu laporan darimu!
P. Menteri : Ampun, Tuanku Raja. Ternyata di kerajaan kita ini banyak koruptor, Tuanku. Ketua pembangunan wisma atlet melarikan uang proyek keluar negeri. Venue kolam renang sudah selesai, tapi sudah ambruk dua hari kemudian, untungnya sedang tidak ada orang di sana. Venue atletik kebanjiran. Dan venue yang lainnya belum ada yang selesai. Semua penanggung jawabnya melarikan diri.
Abdul Muluk : Zuper sekali.
Raja : Luar binasa! Apa tidak dikejar para koruptor itu?
P. Menteri : Sudah, Tuanku Raja. Kita bekerja sama dengan Interpol dan pasukan keamanan dari kerajaan-kerajaan lain. Dan mereka semua sudah ditangkap dan dihukum.
Raja : Dihukum apa?
P. Menteri : Mereka mendapatkan hukuman kurungan selama 10 tahun untuk masing-masing orang.
Abdul Muluk : Ya saman. Alangkah enteng hukuman tu. Ayah, apo dak nak ditambah hukuman itu?
Raja : Ya, benar ucapan Dul Muluk. Hukuman macam apa itu? Perintahkan pada hakim untuk mengubah hukumannya menjadi hukum gantung di depan khalayak, agar penduduk di kerajaan ini tahu bahayanya melakukan tindak korupsi. Kerajaan kita tidak sama dengan kerajaan lain di seberang sana yang membiarkan para koruptornya dihukum ringan, lalu diberi kesempatan untuk berkorupsi lagi.
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Tapi yang lebih penting adalah bagaimana caranya untuk menyiapkan semua itu dalam seminggu? Undangan dan publikasi sudah disebar ke mana-mana bisa tercoreng nama baik kerajaan ini jika masalah ini tidak segera diselesaikan.
P. Menteri : Ampun, Tuanku Raja. Hamba habis akal.
Raja : (Kepada Permaisuri dan anak-anaknya) Bagaimana kalian? Apakah kalian punya ide untuk memecahkan masalah ini?
Permaisuri : Ampun, Baginda. Hamba juga tidak memiliki ide lagi.
Siti Rafe’ah : Begitupun dengan Ananda, Ayahanda.
Abdul Muluk : Apo lagi aku. Buntu ide, buntu duit.
Khadam Adek : Pak Bos, aku ado usul.
Raja : (Dengan terpaksa karena tidak ada lagi yang punya ide selain Khadam Adek) Apa idemu itu?
Khadam Adek : Biasonyo mun lagi pecah utak cak sekarang ni, rajo-rajo tu ngadoke sayembara, yang pacak mecahke masalah dapet sesuatu (sambil melirik pada Siti Rafe’ah dan Abdul Muluk).
Siti Rafe’ah : (Tersinggung) Khadam, jaga bicaramu.
Abdul Muluk : Yo, jangan sembarangan ngomong tu e.
Raja : (kepada putri) Jangan marah, Ananda. Apa yang diucapkan Khadam itu ada benarnya. Siapa tahu, di zaman seperti ini masih ada yang punya ilmu kebatinan, sehingga bisa menyelesaikan semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam waktu singkat.
Siti Rafe’ah : Jadi, kami berdua akan dijadikan hadiah?
Abdul Muluk : Bebener be, yah? Jadi mun yang menang lanang, nak dikawinke dengan Rafe’ah, tapi mun betino, nak dikawinke dengan aku. Cak itu?
Raja : Apa boleh buat, Ananda. Begitulah jalan kehidupan di dalam cerita istanasentris.
Siti Rafe’ah : Tapi, Ayahanda. Bagaimana jika laki-laki itu tidak tampan seperti yang aku inginkan? Aku tidak mau dinikahkan dengan lelaki yang bertampang tak jelas.
Abdul Muluk : Iyo, setuju. Rugi anak mudo mun ternyato yang menang cewek absurd.
Raja : Tampan atau tidak, cantik atau tidak calon kalian itu nanti tergantung dengan sutradara dari naskah ini.
Siti Rafe’ah : Semoga saja sutradaranya mempunyai selera yang sama denganku.
Abdul Muluk : Aamiin.
Raja : (kepada anak-anaknya) Sudahlah, Ananda. Jangan banyak tingkah, berdoa sajalah. (Kepada Perdana Menteri dan Khadam) Tolong sebar luaskan kepada masyarakat, barang siapa yang mampu membangun seluruh sarana prasarana untuk ajang ini dalam waktu sesingkat-singkatnya, jika dia perempuan maka akan kunikahkan dengan Abdul Muluk anakku, dan jika dia laki-laki maka akan kunikahkan dengan putriku, Siti Rafe’ah.
Kedua Khadam : Oke, Pak Bos!
P. Menteri : Baik, Tuanku Raja.
Semuanya keluar. Keesokan harinya hasil pengumuman sudah mulai kelihatan. Beberapa orang datang untuk memenuhi sayembara yang telah diumumkan oleh kaki-tangan raja.
Raja : Bagaimana? Acara tinggal 6 hari lagi. Apakah ada yang merespon dari sayembara yang kalian umumkan?
Khadam Kakak : Tenang be, Pak Bos. Aku kemaren la bekeliling. Singgo kato seluruh pelosok dusun la kukasih tau galo.
Khadam Adek : Yah, ketinggalan jaman nian kakak ni. Caro aku nah, pake sms be kak. Idak nyapekke badan.
P. Menteri : Baru pakai sms sudah sombong. Saya kemarin menyebarkan lewat facebook dan twitter.
Raja : (kepada semuanya) Sudah. Yang kalian bahas itu tidak penting. Yang penting itu bagaimana hasilnya? Ada atau tidak yang akan mendaftar di sayembara ini?
Permaisuri : Iya. Aku juga ingin tahu seperti apa wajah calon menantuku nanti.
Siti Rafe’ah : (ke samping) Semoga selera sutradaranya tidak rendahan.
Khadam Adek : Tenang. Tenang be Tuan Rajo dan Ibu Permaisuri. Di luar sudah ado yang nunggu untuk unjuk kebolehan tentang kepacakan mereka dalam urusan bangunan.
Raja : Ya sudah kalau begitu cepat panggilkan. (Kepada Pengawal) Cepat kau panggil yang di luar itu! Suruh masuk satu per satu!
Pengawal : (kepada Raja) Baik, Tuanku Raja. (Memanggil seseorang di luar) Inilah kontestan yang pertama. Dari Jawa Tengah.
Kontestan 1 : (kepada Raja) Salam hormat dari hamba, Tuanku Raja. Hamba berasal dari kerajaan di Jawa Tengah.
Siti Rafe’ah : (ke samping) Standarlah. Wajahnya tidak terlalu tampan, tapi setidaknya tidak berantakan.
Abdul Muluk : (kepada Raja) Yah, apo hebatnyo budak ini?
Raja : (kepada Kontestan 1) Ya. Apa kelebihanmu sehingga kau berani untuk mendaftar di sayembara ini?
Kontestan 1 : Tuanku Raja, saya adalah orang yang berhasil membangun 999 candi dalam waktu satu malam saja. Jadi apa yang disayembarakan pasti bisa saya menangkan.
Raja : Wah. Luar biasa. Baiklah, kalau begitu sekarang juga tolong kau selesaikan seluruh venue yang dibutuhkan untuk acara Festival Olah Raga Sejagad Anget ini!
Kontestan 1 : Apa? Sekarang?
Raja : Iya, tentu saja.
Kontestan 1 : Ampun, Tuanku Raja. Apa tidak bisa menunggu malam saja?
Raja : O, tidak bisa. Seluruh sarana dan prasarana harus selesai sekarang juga. Jadi dalam sisa beberapa hari ini bisa dilakukan tes kelayakan pada bangunan yang telah dibangun.
Kontestan 1 : Tapi, Raja. Jin-jin peliharaanku baru bisa bergerak kalu hari sudah gelap. Ini masih terang benderang. Mana mungkin jin-jin itu bisa mengerjakannya sekarang.
Raja : Ah, itu terlalu lama. Sudahlah. Kau hanya membuang waktu.
Abdul Muluk : Iyo, banyak alasan.
Kontestan 1 : Tidak, Raja. Beri aku satu kesempatan saja.
Raja : (tidak peduli) Pengawal, seret orang ini keluar dan panggil kontestan berikutnya.
Pengawal pun menyeret kontestan pertama keluar panggung.
Pengawal : (berteriak memanggil kontestan kedua) Kontestan kedua silakan masuk. Dari Sumatera Barat. Seorang ibu-ibu.
Abdul Muluk : Hansap. Gawat. Rusak masa depan anak mudo mun disuruh kawin dengan ibu-ibu.
Kontestan 2 : (masuk dan memberi hormat pada raja) Ampun, Baginda. Ambo dari Padang. Ambo dengar ado sayembara di sini. Tentang pembuatan bangunan.
Raja : Ya, benar sekali. Apa kau mampu melaksanakannya?
Kontestan 2 : Ah, tenang sajo, Baginda. Dalam hitungan detik ambo mampu membuat bangunan sebesar kapal.
Raja : Wah. Hebat benar.
Permaisuri : Maaf, bu. Tapi ibu sekarang sudah benar-benar tua. Kalau menang sayembara, apakah ibu akan menikahi putraku? Bahkan ibu lebih tua dari aku.
Siti Rafe’ah : Ah, tidak apa-apa. Aku rasa kakak bisa menerima apa adanya (tertawa mengejek).
Abdul Muluk : Ai rusak nian masa mudo aku.
Kontestan 2 : Tenang sajo, Tuan. Ambo cuma minta buatkan sajo rumah makan padang di simpang empat jalan utama di kerajaan ini untuk ambo.
Raja : Itu masalah kecil. Sekarang kau buktikan saja dulu kesaktianmu itu.
Kontestan 2 : Berapo venue lagi yang belum selesai, Tuanku Rajo?
Raja : Sepuluh venue lagi.
Kontestan 2 : Kalau begitu, ambo minta sepuluh orang dari kerajaan ini untuk dijadikan anak angkat ambo.
Raja : Kenapa begitu?
Kontestan 2 : Dulu ambo biso membuat bangunan sebesar kapal karena mengutuk anak ambo yang durhaka. Jadi, kalau sekarang nak membuat sepuluh venue, ambo butuh sepuluh anak angkat, untuk kemudian durhako dengan ambo. Setelah itu, barulah biso mereka itu ambo kutuk menjadi venue-venue yang dibutuhkan oleh Tuanku Rajo.
Semua orang : (terkejut) Apa?
Kontestan 2 : Iyo. Ambo indak bohong.
Raja : (kepada pengawal) Cepat kau seret orang ini keluar. Dia bisa membahayakan seluruh orang di kerajaan!
Kontestan kedua memprotes, tapi tidak dihiraukan. Ia diseret oleh pengawal. Dan pengawal memanggil kontestan terakhir.
Pengawal : (berteriak memberi pengumuman) Kontestan ketiga dipersilakan masuk!
Kontestan 3 : (masuk dan memberi hormat pada Raja) Hormat, Baginda Raja.
Raja : Berdirilah. Sebutkan namamu dan asalmu!
Kontestan 3 : Nama saya Mali dari kerajaan Sriwijaya.
Khadam Kakak : Ooo... Dari parak sinilah ruponyo. Pantesan rainyo dak asing.
Abdul Muluk : (kepada Rafe’ah) Nah ini selera kau, kan?
Siti Rafe’ah : (mengangguk)
Raja : Baiklah. Langsung saja ke inti. Apa kau bisa memenuhi permintaan di dalam sayembara?
Kontestan 3 : Saya yakin bisa, Baginda Raja.
Raja : Kapan kau bisa menyelesaikannya? Besok venue-venue itu sudah harus bisa diuji coba.
Kontestan 3 : Baiklah, Raja. Paling lambat ba’da Isya nanti Tuanku Raja sudah bisa melihat hasilnya. Tapi hamba meminta semua biayanya nanti ditanggung oleh kas kerajaan.
Raja : Aku tidak punya pilihan lain. Kau adalah kontestan terakhir di sayembara ini. Setidaknya kau tidak meminta syarat yang aneh seperti anak untuk dikutuk. Tapi jika kau gagal membangun semua venue itu sampai ba’da Isya, kau akan kuhukum pancung.
Kontestan 3 : Baik, Tuanku Raja.
Raja : Waktumu mulai dari sekarang. Manfaatkanlah dengan baik, Anak Muda! (hendak keluar)
Pengawal : (Tidak perlu dijelaskan lagi) Raja segera keluar dari ruangan.
Setelah semua keluar, terlihat kontestan ketiga bergerak hilir mudik di atas panggung. Gerakannya seperti memanggil-manggil orang dan berbisik, kemudian menunjuk-nunjuk, dan memerintah-merintah. Semuanya selesai dan benar-benar tepat dengan waktunya.
Kontestan 3 : Tuanku, seperti yang hamba janjikan, semua venue telah selesai dikerjakan tepat pada waktunya dan besok telah bisa digunakan untuk percobaan.
Raja : Ya, luar biasa. Tadi kami telah melakukan pengecekan dan semuanya telah beres seperti yang aku harapkan. Namun, bagaimana dengan kualitas bangunan-bangunan tersebut? Apakah bangunannya kokoh dan bebas dari banjir?
Kontestan 3 : Tenang saja, Tuanku Raja. Semua bangunan itu sudah disertai dengan garansi tiga tahun.
Abdul Muluk : Iyo, ini la kupegang kartu garansinyo.
Raja : Oh, seperti itu. Kalau aku boleh tahu, ilmu apa yang kau gunakan sehingga bisa menyelesaikan semua venue itu dalam waktu singkat?
Kontestan 3 : Baiklah, Tuanku Raja. Sebenarnya, saya adalah Mali. Mali merupakan singkatan dari “manis lidah”. Ya, saya adalah saudara jauh si Pahit Lidah yang terkenal.
Semua : Apa? (Musik “jeng jeng jeng”)
Kontestan 3 : Ya, tapi saya agak berbeda. Apa yang saya katakan akan selalu terjadi, tapi hanya yang baik-baik atau yang manis-manisnya saja. Selain itu, saya juga menambahkan ilmu “ujung lapan” untuk lebih menyempurnakan semua kemampuan saya.
Khadam Kakak : Bew, jurus lamo nian itu. Aku be la lamo dak ndengernyo. Gawe jurus itu tu nak ngujungi be.
Khadam Adek : Asli kak. Berarti lancip jugo ujung uong ini. Sepuluh venue be tegawe. Bolelah.
Raja : (kepada kedua Khadam) Sudah. Diam kalian itu! (kepada Kontestan 3) Apa ada yang ingin kau sampaikan?
Kontestan 3 : Ampun, Baginda. Benar, ada yang ingin hamba sampaikan. Tapi sebelumnya, mohon Baginda jangan tersinggung dan jangan menganggap hamba ini menggurui.
Raja : Baik. Silakan!
Kontestan 3 : Menurut hemat hamba, semua kekacauan ini menjadi pelajaran bagi kita. Kerajaan kita memang kaya dan makmur, tapi kita tidak boleh menyombongkan diri di atas bumi ini. Kita boleh membuat rencana-rencana besar, tapi rencana besar juga membutuhkan persiapan yang matang dan lama. Jadi, kita tidak boleh tergesa-gesa ketika ingin mengadakan sebuah acara yang besar. Itulah yang ingin saya sampaikan, Baginda.
Raja : Benar katamu, anak muda. Ini adalah pelajaran besar bagiku sebagai raja di kerajaan ini.
Khadam Kakak : (ke samping) Cubo mun budak itu bukan pemenang sayembara, kalu la dipenggal dio ngomong cak tadi.
Khadam Adek : Ado nian, kak. Setuju aku dengen omongan kakak tu.
Raja : (kepada kedua Khadam) Khadam! Diam! (kepada Kontestan 3) Sesuai dengan janjiku, kau berhak untuk meminang putriku yang cantik jelita ini.
Permaisuri : Benar, kau juga tampaknya memang pantas. Putriku pasti akan senang dinikahkan denganmu.
Siti Rafe’ah : Terima kasih, Sutradara. Memang ini tipe cowok yang kuidam-idamkan. Tinggi, putih, ganteng, kekar, baik hati.
Kontestan 3 : Ehm, anu... Raja... (terbata-bata dan malu-malu)
Raja : Ada apa?
Kontestan 3 : Sebenarnya.... (lebih terbata-bata lagi)
Raja : (tidak sabar) Sebenarnya apa?
Kontestan 3 : (menunjukkan sisi feminimnya) Sebenarnya aku naksir sama Abdul Muluk.
Semua orang : (terkejut) Apa? (Musik “jeng jeng jeng”)
Kontestan 3 : (lebih feminim lagi dari sebelumnya) Tinggi, kekar, macho, gagah, perkasa.
Beremas Penutup:
Petang-petang main ke sini
Di sebelah ada tanah galian
Demikianlah akhir cerita ini
Semoga dapat menghibur kalian
Pergi ke warung membeli ragi
Yang punya warung kemasukan setan
Semoga dapat berjumpa lagi
Semoga ada umur dan kesempatan
Kontestan 3 berlari ke arah Abdul Muluk. Dul Muluk lari ke arah pengawal. Pengawal ketakutan berlari ke arah Perdana Menteri. Perdana Menteri juga ketakutan karena ikut-ikutan digoda oleh Kontestan 3. Perdana Menteri dan Pengawal berlari ke arah Kedua Khadam. Kedua Khadam jugo digoda kontestan 3. Perdana Menteri, Pengawal, dan Kedua Khadam berlari ke arah Raja. Raja pun ternyata digoda oleh Kontestan 3. Raja juga ikut berlari tak karuan ketakutan digoda Kontestan 3. Suasana semakin kacau. Semua orang ikut berlari. Di dalam kekacauan itu seseorang, entah siapa, berteriak, “Siapa penulis naskah ini?” Orang lain, entah siapa, menjawab, “Tidak tahu. Yang pasti orangnya tidak waras.” Semua orang berlari dikejar-kejar Kontestan 3. Semua keluar panggung. Naskah ini pun:
SELESAI
Diselesaikan di Banyuasin, 26 Oktober 2011.
Diedit di Banyuasin, 8 Desember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar