Senin, 13 Agustus 2012
LEWAT SAJAK AKU TERIAK
Lewat sajak aku teriak
Menyuarakan tangis yang terisak
Mewakili hati yang retak
Membawa harga diri yang terinjak
Memikul beban yang dipikul telak
Oleh mereka yang tertawa terbahak
Oleh mereka yang duduk di kursi enak
Lewat sajak aku salurkan
Bukan meremehkan para demostran
Kini suara mereka jarang didengarkan
Jadi lewat sajak kutumpahkan
Mungkin masih ada yang memperhatikan
Wahai para penguasa tahta
Dengarkan suara para jelata
Yang hidupnya harus melata
Tak sepertimu bergelimang harta
Para jelata juga rakyatmu
Para jelata juga tanggung jawabmu
Di akhirat mereka masuk timbanganmu
Kenapa jelata bertambah di bawah pimpinanmu
Ada satu rindu yang kuat
Dimana nanti tak ada yang mau terima zakat
Karena tak ada yang merasa melarat
Seperti terjadi zaman sahabat
Tapi kenapa di zamanmu kini
Jumlah pengemis kian menjadi
Kemiskinan menbumbung tinggi
Yang lebih ironis lagi
Yang kaya terima subsidi
Yang kaya malah dibiayai
Yang kaya pajaknya dipotongi
Yang kaya hukumannya dikurangi
Yang kaya tak mempan diadili
Karena yang kaya berelasi pejabat tinggi
Jangan wajahmu kau palingkan
Jangan telingmu kau tulikan
Jangan matamu kau butakan
Jangan nurami kau matikan
Bacalah dan dengarkan sajak yang kulantangkan
Karena hanya lewat sajak aku teriak
Karena hanya lewat sajak teriak
Dan jangan kau bungkam sajakku karena topengmu ku koyak
ART
22 JULI 2012
Kapan Kita Sejahtera?
Aaarrrgggghhhh!!!!
Hebat! Aku benar-benar bangkit seperti kata si peramal.
Masihkah aku di Indonesia?
Apa kabar negara ini?
Masihkah kemiskinan menjamur?
Masihkah para penguasa berTuhankan uang dan kekayaan?
Ah, tidak mungkin..
Tidak mungkin negara ini tetap begitu-begitu saja!
Pasti sudah berubah..
Pasti rakyat sudah makmur dan sejahtera..
Pasti pembangunan berjalan lancar..
Pasti korupsi, kolusi, nepotisme, dan sejenisnya sudah ditumpas habis-habisan..
Pasti para pemimpinnya sudah tidak sakit jiwa lagi..
Pasti pemimpin sudah memberikan teladan pada rakyat..
Iya dong, “Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya.”
Iya dong, “Bhinneka Tunggal Ika.”
Ini sudah bukan zaman itu lagi..
Ini bukan zaman saat aku hidup dulu..
Aku siapa?
Hah, wajar kau tak tahu.
Aku ini sastrawan, tapi itu dulu waktu masih hidup.
Aku dibunuh oleh para pemimpin di masaku..
Aku dibunuh karena karya-karyaku mengkritik mereka para elit berduit..
Mau apa aku datang?
Aku ini bangkit dari kubur untuk melihat dunia sekarang..
Ya, bangkit dari kubur, seperti yang dikatan si peramal itu..
Aku ingin melihat dunia yang sudah maju, sejahtera, dan dimakmurkan karena perilaku pemimpinnya..
Hei, kau! Tahun berapa ini?
Tahun 3012? Ya, tepat seribu tahun setelah kematianku..
Tepat seperti yang dikatakan si peramal itu..
Lihatlah! Benar sekali kata si peramal.
Lihat bajumu, bajunya, baju mereka!
Lihat rumah itu! Ah, apa itu benar-benar rumah?
Gila, di zamanku, yang sebesar itu bisa jadi mall.
Lihat! Semua rumah di sini seperti itu.
Rakyat benar-benar makmur.
Lihat, kandang anjingnya pun sebesar rumahku dulu.
Itu apa? Yang di sebelah kandang anjing itu.
Oh, pohon. Luar biasa! Alam pun sudah maju dengan ekosistemnya yang tertata.
Lihat kera-kera di pohon-pohon itu! Betapa mereka pun hidup rukun di sana.
Tapi kenapa kera-kera itu besar sekali ukurannya?
Apa?
Mereka bukan kera?
Jadi mereka itu apa?
Manusia?
Apa? Kenapa mereka di sana?
Gila!!!
Jadi mereka itu manusia, rakyat Indonesia?
Kenapa mereka tidak pakai baju?
Hah. Hanya pejabat dan keluarganya saja yang boleh pakai baju?
Jadi rumah yang besar-besar ini bukan rumah rakyat?
Ini semua rumah pejabat!
Beserta keturunan para pejabat yang bahkan belum dilahirkan dan belum direncanakan untuk dilahirkan?
Gila!!!
Ini bahkan jauh lebih gila dari pada di zamanku dulu..
Hei. Hoi, Peramal! Mana?
Katamu tahun ini Indonesia bisa jaya. Katamu Indonesia bisa sejahtera.
Mana buktinya?
Hei.. hei.. hei.. Kenapa bumi berguncang?
Hei.. hei.. hei.. Kenapa tiba-tiba banyak gunung yang meletus?
Apa ini?
Kenapa begini?
Ah! Aku mengerti.
Aku kira ini sudah sore, ternyata masih pagi.
Matahari sudah di barat.
Hoi, peramal. Aku mengerti.
Indonesia baru bisa sejahtera kalau sudah kiamat. Iya, kan?
Diselesaikan 16 Juni 2012
Banyuasin, ditulis ulang dan diedit 26 Juni 2012
NYANYIAN KAMPANYE
Ayo semuanya ambil nada tinggi, siapkan suara, dan kita bernyanyi!
Ayo ayo pilihlah kami
Kami akan memberantas kemiskinan,katakanlah itu dengan suara lantang
Lalu katakan di dalam hati bahwa kami benar-benar akan memberantas rakyat yang miskin dengan seberantas-berantasnya
Ayo-ayo pilihlah kami
Kami katakan dengan lantang, kami akan mengurus orang-orang yang kelaparan
Kemudian kami katakan dalam hati, kalian para orang yang kelaparan akan semakin lapar dan kurus
Jadi mudah saja bagi kami untuk semakin munguruskan kalian yang kelaparan.. caranya:biarkan dan tak usah diurus..
Ayo ayo pilihlah kami
Katakanlah pada mereka bahwa kita akan mengatasi banjir
Lalu katakan dengan suara yang tak terdengar
Banjir sekarang bisa mencapai satu meter,
dibawah kepemimpinan kami, Banjir itu akan jadi 2 meter
dengan demikian kami akan berhasil meng-atas-i banjir.
Ayo ayo semuanya ambil nada tinggi, siapkan suara, dan kita bernyanyi!
Ayo ayo siapa mau ikut ber nyanyi
Tak perlu suaru bagus, yang penting harus bisa membunuh hati nurani
Tak perlu berbakat menyanyi, yang penting urat malu harus dibuang jauh
Lalu ikutlah bernyanyi bersama kami
Do re mi dan do re mi lagi
Ayo ayo pilihlah kmai
Katakan dengan suara lantang, kalian tak akn menyesal memilih kami
Lalu katakan dalam hati,kalian menyesal karena bahkan kalian takkan punya cukup waktu menyesali pilihan kalian..
Setelah kami terpilih nanti
Kami akan berusaha agar modal kembali
Karena ternyata modalnya besar untuk bernyanyi
Peduli setan dengan kalian yang memilih
Salah sendiri kenapa pilih kami
Kawan duet bernyanyi pun bisa kami bantai
Kalau ia nanti sudah tak dibutuhkan lagi
Tapi sekali lagi, kalian takkan sangat menyesali..
ART
27 JULI 2012
Langganan:
Postingan (Atom)